25 Mei, 2013

ISRA’ MI’RAJ RASULULLAH SAW DIKAJI SECARA ILMIAH

Bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj yang luar biasa itu bukan kehendak Rasulullah saw sendiri, melainkan kehendak Allah. Allah-lah yang telah memperjalankan Rasulullah saw. Nabi saw tidak mungkin bisa melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj atas kehendak beliau saw sendiri. Karena itu Allah mengutus Malaikat Jibril as untuk membawa Nabi saw melanglang ’ruang’ dan ’waktu’ di dalam alam semesta ciptaan Allah. Jibril as sengaja dipilih oleh Allah untuk mendampingi perjalanannya mengarungi semesta, karena Jibril as adalah makhluk dari langit ke-7 yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Malaikat Jibril as bisa membawa Rasulullah saw melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata. Perjalanan itu dilakukan dengan mengendarai Buraq, yaitu makhluk berbadan cahaya yang berasal dari Alam Malakut, yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq berasal dari kata barqun yang artinya kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu, mereka bertiga melesat dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 km/detik. Kecepatan cahaya adalah kecepatan yang paling tinggi di alam semesta, di dalam ilmu Fisika Modern, kecepatan yang setinggi itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang benda. Hanya sesuatu yang sangat ringan saja yang bisa memiliki kecepatan cahaya. Benda yang tanpa bobot atau tanpa massa saja yang bisa mencapai kecepatan cahaya yang dinamakan Photon (penyusun badan cahaya malaikat). Photon adalah benda yang tidak memiliki bobot, photon adalah kwantum-kwantum penyusun cahaya yang bisa mencapai kecepatan cahaya. Elektron yang bobotnya dikatakan hampir nol pun, tidak bisa memiliki kecepatan cahaya karena masih memiliki bobot.

Di sinilah muncul problem, dalam menjelaskan peristiwa Isra’ Mi’raj. Malaikat JIbril as dan Buraq adalah makhluk berbadan cahaya, yang badannya tersusun dari photon-photon yang sangat ringan. Karena itu tidak mengalami kendala untuk bergerak dengan kecepatan cahaya yang demikian tinggi. Akan tetapi Rasulullah saw adalah manusia biasa yang badannya tersusun dari atom-atom kimiawi yang memiliki bobot atau massa. Tubuh kita tersusun dari yang paling besar sampai yang paling kecil, yaitu organ-organ tubuh-sel-sel-molekul-molekul (yang sederhana sampai yang komplek, mulai H2O, rantai molekul asam amino, protein-protein komplek lainnya)-atom-atom (yang berjumlah milyaran yang tersusun dari partikel-partikel sub atomik seperti proton, neutron, elektron dan lain sebagainya). Seluruh bagian-bagian penyusun itu bergandengan satu sama lain dengan menggunakan energi ikat, supaya tidak tercerai berai. Atom-atom bergandengan membentuk sel-sel dan seluruh organ tubuh. Dan kemudian organ-organ tubuh itu berkolaborasi membentuk badan kita. Sehingga manusia menjadi berbobot cukup berat, yang tidak mungkin bisa mencapai kecepatan angin, apalagi kecepatan cahaya, sebagaimana photon-photon. Untuk mencapai kecepatan beberapa gravitasi Bumi saja, tubuh manusia sudah akan mengalami kendala serius dan bisa meninggal dunia. Contoh : karena tubuh manusia akan mengalami pelipat-gandaan bobot tubuh 2x gravitasi Bumi jika melawan 2 gaya gravitasi Bumi. Jika kita naik lift yang kecepatannya agak tinggi, maka ketika lift itu bergerak naik, otak kita terasa ada tekanan, ’nyuut’! karena kita melawan gravitasi Bumi. Jika kecepatannya lebih tinggi lagi, maka rasa nyuutnya itu semakin besar, bisa-bisa seseorang akan mengalami ‘hilang kesadaran’ atau pingsan (black out).

Cerita tentang kecepatan di atas adalah kecepatan-kecepatan yang masih tergolong rendah untuk ukuran alam semesta. Itu saja badan manusia sudah tidak kuat menanggung berat badannya yang naik 2x lipatnya atau lebih tergantung berapa banyak gaya gravitasi yang dilaluinya. Apalagi jika kita bermain-main dengan kecepatan cahaya yang per detiknya bisa mencapai 300.000 km. Sungguh badan manusia tidak akan mampu menahannya. Efek yang bakal terjadi bukan hanya pingsan, tetapi lebih dahsyat dari itu, badan manusia akan tercerai berai menjadi partikel-partikel sub atomik sebelum mencapai kecepatan cahaya, Mengapa bisa demikian? Karena tubuh manusia tersusun dari partikel-partikel sub atomik yang saling bergandengan menggunakan binding energi alias ’energi ikat’. Nah, ketika dipercepat dengan kecepatan sangat tinggi, maka muncullah gaya yang berlawanan dengan energi ikat tersebut. Semakin tinggi kecepatan yang diberikan kepada benda, maka energi yang melawan binding energi atau energi ikat tersebut semakin besar, sehingga, suatu ketika tubuh manusia itu akan ’buyar atau terburai’ menjadi partikel-partikel kecil.

Hal inilah yang bakal terjadi pada tubuh manusia yang melesat dengan kecepatan tinggi. Bahkan jauh sebelum badan manusia terburai menjadi partikel-partikel sub atomik, organ-organ tubuhnya sudah rusak duluan. Jantungnya berhenti berdenyut, diikuti kesadaran yang menghilang dan kemudian disusul gagalnya fungsi seluruh organ-organ tubuhnya. Dengan demikian, maka secara ilmiah memang sulit untuk mengatakan bahwa Rasulullah saw melakukan perjalanan tersebut dengan badan wadag-nya atau badan kasarnya yang normal. Nabi saw tidak akan bisa bergerak sekencang Malaikat Jibril as dan Buraq, karena badannya memang bukan terbuat dari cahaya. Isra’ Mi’raj Rasulullah saw memang tidak atas kemampuan beliau saw sendiri, melainkan ‘diperjalankan’ oleh Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Berilmu. Salah satu ’skenario rekonstruksi’ untuk mengatasi problem di atas, adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memilki anti materi, jika materi dipertemukan (di-reaksikan) dengan anti materinya, maka ke-2 partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya (sinar gama). Misalnya proton direaksikan dengan anti proton, elektron dengan positron (anti elektron), maka ke-2 pasangan partikel tersebut akan lenyap dan muncullah 2 buah sinar gama. Sebaliknya, jika ada seberkas sinar gama dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel yang kembali ke bentuk semula lagi.

Teori Annihilasi digunakan  untuk menjelaskan proses perjalanan Rasulullah saw pada tahap 1. Agar Nabi saw dapat mengikuti kecepatan Malaikat Jibril as dan Buraq, maka badan wadag Rasulallah saw diubah oleh Allah menjadi badan cahaya. Hal ini dimaksudkan untuk ‘mengimbangi’ kualitas badan Rasulullah saw dengan Malaikat Jibril as dan Buraq yang berbadan cahaya yang menjadi ‘kawan seperjalanan’ beliau saw. Ini dilakukan sebelum beliau saw berangkat Isra’ Mi’raj, yaitu ketika Malaikat Jibril as mengajak Nabi saw untuk menyucikan hatinya dengan menggunakan air Zam-zam, Jibril as mengoperasi hati Nabi saw dan menyucikannya dengan air Zam-zam. Mengapa hati Nabi saw yang disucikan oleh Jibril as, karena manusia adalah sebuah sistem energi yang berpusatkan (gardu induk listriknya) di hati alias jantung. Seluruh perubahan yang terjadi pada sistem energi tubuh seseorang bisa tercermin di frekuensi hatinya. Sebaliknya, karena hati menjadi pusat sistem energi, maka jika ingin melakukan perubahan terhadap sistem tersebut, juga bisa dilakukan dengan ’mereaksikan’ hatinya. Inilah yang terjadi pada Rasulullah saw saat ‘dioperasi’ oleh Malaikat Jibril as di dekat sumur Zam-zam. Jibril as melakukan manipulasi terhadap sistem energi dalam tubuh Rasulullah saw. Seluruh badan wadag/materi/kasar Rasulullah saw di-Annihilasi oleh Jibril as menjadi badan cahaya. Sebagai makhluk cahaya, Jibril as paham betul tentang proses-proses Annihilasi. Maka dalam sekejap, tubuh materi Nabi saw pun berubah menjadi tubuh cahaya. Dan beliau saw siap berangkat melakukan Isra’ bersama Jibril as dan Buraq, sebab ke-3 nya telah memiliki kualitas badan yang sama, yaitu badan cahaya. Maka Allah swt pun memperjalankan ke-3 nya menuju Masjidil Aqsha di Palestina.

Mereka berangkat dengan kecepatan cahaya sekitar 300.000 km/detik menempuh jarak 1.500 km hanya dalam waktu sekitar 0,005 detik atau hanya sekejap mata dalam ukuran waktu manusia. Rasulullah saw melakukan perjalanan malam dengan kesadaran penuh. Adanya relatifitas waktu antara dunia manusia dengan dunia malaikat yang sangat berbeda, menyebabkan beliau saw merasakan sepenuhnya perjalanan tersebut. Sehingga segala peristiwa yang terjadi dalam perjalanan itu, Nabi saw bisa mengingat dan menceritakan kembali. Bayangkan seperti orang bermimpi, meskipun orang tersebut hanya mimpi 1 menit, tetapi dia bisa bercerita tentang mimpinya yang ‘sangat panjang’. Mengapa demikian? Karena waktu yang berjalan di dunia mimpi dan dunia nyata berbeda. Pada waktu itu Nabi saw tidak sedang bermimpi, beliau saw betul-betul melakukan perjalanan dengan badannya yang sudah berubah  menjadi badan cahaya. Karena ada relativitas waktu, maka waktu yang sekejap itu pun bagi beliau saw sudah cukup untuk menangkap seluruh kejadian yang dialaminya, karena Nabi saw sedang berada di dalam Alam Malakut, alamnya para malaikat. Maka tidak heran, jika Nabi saw bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang kafir yang ingin mengujinya, karena mereka tidak mempercayai apa yang telah dialami dan diceritakan oleh Nabi saw. Di antaranya, Nabi saw bisa bercerita betapa dalam perjalanan itu ada sekelompok kafilah atau pedagang yang unta dan kudanya lari ketakutan, saat Rasulullah saw dan Jibril as melintas di dekat mereka. Para kafilah itu tidak bisa melihat Rasulullah saw yang sudah berbadan cahaya, tetapi unta-unta dan kuda-kuda mereka itu bisa merasakan kehadiran Rasulullah saw, Jibril as dan Buraq yang melintas dengan kecepatan sangat tinggi atau dengan kecepatan cahaya.

Jadi kesimpulannya, mengapa badan kasar/wadag/materi Rasulullah saw harus diubah oleh Allah menjadi badan cahaya adalah :
  1. Supaya tubuh materinya tidak buyar (hancur) menjadi partikel-partikel sub atomik ketika melesat dengan kecepatan cahaya dengan melawan gaya gravitasi Bumi.
  2. Supaya jika Rasulullah saw bertemu dengan Allah di Sidratul Muntaha tubuh materinya tidak hancur, karena badannya sudah menjadi badan cahaya, maka jika bertemu dengan Dzat Yang Maha Bercahaya menjadi kuat dan tidak hancur. Jika badan Nabi saw masih badan materi yang terbuat dari sari pati tanah dan tanah berasal dari Bumi, maka badannya tidak kuat menahan cahaya dari Allah Dzat Yang Maha Bercahaya, apalagi bertemu dengan Allah, jelas badan materinya lebih sangat tidak kuat lagi untuk bertahan. Jadi hanya manusia yang sudah berubah menjadi ruh saja yang bisa berjumpa dengan Allah di alam akhirat, karena ruh itu bersifat kekal, beda dengan tanah, asal mula manusia diciptakan yang bersifat fana.
  3. Supaya Rasulullah saw bisa mempunyai kesadaran penuh dan cukup bisa menangkap seluruh peristiwa yang telah dialaminya yang hanya sekejap mata itu, di dalam ukuran waktu manusia dan bisa dengan jelas dan gamblang menceritakan kembali pengalaman yang dialaminya tersebut tanpa terlupa sedikitpun.
  4. Supaya Rasulullah saw tidak mati kekurangan Oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuh materinya karena di angkasa tidak ada Oksigen. Karena jika Nabi saw sudah berbadan cahaya, tubuh cahayanya tidak membutuhkan Oksigen lagi untuk bernafas.
  5. Hanya orang yang mencapai tingkat hamba’, yang tubuhnya bisa diubah menjadi badan cahaya, karena mempunyai energi positif, makrifat dalam beragama dan cahaya Ilahiah yang sangat luar biasa tinggi karunia dari Allah dan orang yang memasrahkan hidupnya sepenuh-penuhnya hanya kepada kehendak Allah dengan meniadakan egonya, orang yang telah bisa mengaplikasikan kalimat Laa Ilaaha Illallaahu dengan sebenar-benarnya, orang yang paling mulia, paling suci dan paling tinggi derajatnya di sisi Allah sajalah yang bisa mencapai tingkat hamba. Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah memperjalankan Rasulullah saw dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.

Sumber : Terpesona di Sidratul Muntaha oleh Agus Mustofa dan berbagai sumber.

3 komentar: