Hajar Aswad
artinya batu hitam, ia di tempatkan di sebuah lubang, di salah satu
pojok bangunan Ka’bah. Konon batu Hajar Aswad ini jatuh dari Langit, diduga
batu hitam ini adalah sisa meteor yang memiliki kadar logam yang sangat tinggi,
dan memang batu Hajar Aswad adalah meteor logam. Hajar Aswad itu, oleh Nabi
Ibrahim as lantas dijadikan sebagai salah satu bagian dari bangunan Ka’bah.
Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as memperoleh perintah dari Allah untuk
meninggikan dasar-dasar Ka’bah, untuk kemudian menjadi pusat peribadatan pada
zamannya hingga kini.
Qur’an surat Al-Baqarah ayat 127 :
127.(“Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail) seraya berdoa (: Ya Tuhanku kabulkanlah daripada) doa (kami,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”).
Apakah pengaruh
batu hitam meteorit itu bagi kemustajaban doa seseorang? Jika hanya batu
meteoritnya saja, barangkali tidak banyak berguna untuk membantu kekuatan doa. Tetapi
karena batu meteorit Hajar Aswad itu menjadi bagian dari sistem energi Ka’bah,
maka batu yang memiliki konduktifitas elektromagnetik sangat tinggi itu
menjadi sangat besar peranannya. Lebih dari itu, batu hitam ini juga diletakan
pada lokasi yang dipilih oleh Allah untuk bisa membangkitkan energi yang besar,
yaitu di atas pondasi Ka’bah.
Energi yang dipancarkan oleh Nabi
Ibrahim as dan Nabi Ismail as sepanjang interaksinya pada waktu itu tersimpan
di sistem bangunan Ka’bah. Apalagi pada saat usai membangun Ka’bah, beliau as berdua
berdoa mohon dikabulkan atau diterima ibadah mereka, seperti diungkapkan dalam
ayat di atas. Nah, disinilah Hajar Aswad berfungsi sebagai ‘pintu’ masuk dan
keluarnya energi Ka’bah, karena ia memiliki daya hantar elektromagnetik yang
sangat tinggi. Energi Ka’bah mengalir deras dari bagian batu hitam ini, ’menyinari’
orang-orang yang berada di dekatnya. Meskipun energi itu juga memancar dari
bagian-bagian Ka’bah yang lain, tetapi, yang paling besar adalah yang terpancar
dari Hajar Aswad. Karena itu orang yang paling dekat dengan Hajar Aswad akan
mengalami pengaruh energi yang paling besar, disitulah letaknya Multazam.
Getaran gelombang doa kita itu tertuju ke arah Hajar Aswad, sehingga terjadi
kontak antara hati kita dengan sistem energi Ka’bah. Tetapi harus kita pahami,
kita berthawaf bukan karena Ka’bah, juga bukan karena batu hitam Hajar Aswad,
tetapi sepenuhnya karena Allah. Karena itu, ketika kita memulai thawaf, yang
kita ucapkan adalah Bismillaahi Wallaahu Akbar = Dengan nama Allah dan Allah
Maha Besar.
Batu
Hajar Aswad mempunyai konduktifitas yang dahsyat dibandingkan dengan
platina di ujung penangkal petir di gedung-gedung tinggi yang ada di sekitar
Ka’bah di Masjidil Haram. Sehingga petir tidak menyambar benda
tertinggi (platina yang ada di ujung penangkal petir) yang
bisa digunakannya untuk segera menjalar ke tanah, melainkan menyambar batu
hitam Hajar Aswad yang terletak di bawah karena sifatnya yang superkonduktor.
Petir menyambar Bumi yang bermuatan positif, dan ingin segera meloncat ke Bumi
yang bermuatan negatif secepat-cepatnya. Mestinya, jika ada benda yang paling tinggi
yang bisa menyalurkan petir itu ke Bumi, maka petir pasti segera menyambarnya. Maka,
kejadian di atas memberikan informasi yang sangat menyakinkan, bahwa Hajar
Aswad memang memiliki tingkat konduktifitas yang luar biasa. Karena
itu, Hajar Aswad akan sangat berperan menjadi saluran ‘keluar-masuknya’ energi
gelombang elektromagnetik dalam sistem energi Ka’bah. Di tengahnya, di Ka’bah, khususnya
di Hajar Aswad, terjadi medan elektromagnetik yang mengarah ke atas. Mengapa
begitu? Karena dalam hal ini, Hajar Aswad telah berfungsi sebagai konduktor (penghantar
listrik), bahkan bukan sekedar konduktor, melainkan superkonduktor (jadi tidak benar
jika batu Hajar Aswad adalah batu rubi, karena batu rubi itu berasal dari
Bumi dan penghambat listrik/insulator
dan bukan penghantar listrik/konduktor
apalagi superkonduktor jelas bukan sama sekali, sedangkan batu Hajar Aswad
berasal dari Langit dan menjadi super penghantar listrik/superkonduktor).
Dalam teori fisika ‘Kaidah Tangan Kanan’
mengatakan:“Jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak
berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan muncul medan
gelombang elektromagnetik yang mengarah ke atas”. Kita mengandung
energi listrik sebesar puluhan juta watt.
Lantas apa
fungsi medan elektromagnetik yang sangat besar yang keluar dari Ka’bah itu?
Gelombang inilah yang akan membantu kekuatan doa orang-orang yang bermunajat di
sekitar Ka’bah, khususnya yang berada di dekat Hajar Aswad alias Multazam.
Bagaimana menjelaskannya? Pernahkah Anda mengamati seorang penyiar radio ketika
dia sedang siaran? Pada saat seorang penyiar berbicara di depan mikrofonnya,
sebenarnya dia sedang menumpangkan suaranya pada gelombang elektromagnetik yang
dihasilkan oleh peralatan pemancarnya. Jika dia berbicara tanpa mikrofon, maka
jarak jangkau suaranya tidaklah terlalu jauh. Barangkali saat dia berteriak,
suaranya hanya bisa menjangkau puluhan meter saja. Akan tetapi ketika dia
menggunakan mikrofon, suaranya bisa menjangkau jarak yang lebih jauh. Ini
karena energi suaranya ‘diangkut’ oleh gelombang elektromagnetik,
lantas dipancarkan lewat menara pemancar dengan power yang besar. Semakin besar
powernya, maka semakin jauh pula jarak tempuhnya, bisa menjangkau
berkilo-kilometer dari sumber suaranya.
Kita bisa
mengambil analogi ini untuk menjelaskan hubungan antara energi Ka’bah dan orang
yang berdoa di dekat Multazam. Bagaikan seorang ‘penyiar’ radio yang sedang
bertugas, dia berada di depan ‘mikrofon’ Hajar Aswad. Maka, ketika dia
berdoa, pancaran energi doanya itu akan ditangkap oleh superkonduktor Hajar
Aswad untuk kemudian dipancarkan bersama-sama gelombang elektromagnetik yang
mengarah ke atas akibat aktifitas orang-orang yang berthawaf. Maka energi doa
kita akan ‘menumpang’ gelombang elektromagnetik yang keluar dari Ka’bah
itu, mirip dengan yang terjadi pada pancaran radio. Kekuatan doa kita menjadi
berlipat-lipat kali, karena terbantu oleh power yang yang demikian besar dari
Ka’bah menuju kepada Arsy Allah. Dalam hal ini, Ka’bah telah berfungsi
bagaikan sistem pemancar radio dan batu hitam Hajar Aswad sebagai mikrofonnya. Karena power yang besar, maka
berdoa di Multazam Hajar Aswad menjadi demikian mustajab. Energi doa itu jauh
lebih cepat sampai kepada Allah dan cepat pula memperoleh
balasan-Nya. Karena itu, hati-hati melakukan perbuatan-perbuatan di Mekkah,
karena respon atas perbuatan kita itu demikian spontan mendapat balasan, baik
itu perbuatan baik ataupun buruk. Hal ini telah banyak dibuktikan oleh
orang-orang yang menunaikan ibadah haji.
Sumber : Pusaran Energi Ka’bah
oleh Agus Mustofa