04 April, 2016

BERPUASA KETIKA MUSIM PANAS DI WILAYAH SUBTROPIS

Di negara-negara yang lebih ke utara, yaitu Benua Eropa, maka saya akan mengalami puasa lebih panjang lagi. Saya jadi teringat beberapa tahun yang lampau ketika saya berada di Belgia. Waktu itu musim panas juga, cuma tidak sedang dalam bulan Ramadlan. Disana, Matahari tenggelam jam 10 malam. Jadi, saya shalat Maghrib ketika itu jam 10 malam. Seandainya, saat itu bulan Ramadlan, berarti saya baru berbuka setelah jam 10 dan lamanya puasa menjadi sekitar 18 jam..! Keadaan menjadi lebih ‘mengerikan’ jika berada di kawasan Eropa Utara. Di Finlandia misalnya, Pak Dahlan Iskan, yang pernah mampir ke Kutub Utara, suatu ketika bercerita kepada saya bahwa di puncak musim panas di bulan Juni, Matahari Finlandia baru tenggelam setelah nongol selama 23 jam. Artinya, kita mesti berpuasa menahan lapar dan minum di siang hari selama 23 jam..! Kalau itu dialami satu-dua hari saja, mungkin kita masih bisa bertahan. Tetapi kalau terus-terusan selama sebulan Ramadlan, tentu tidak akan kuat. Dan yang paling ‘mengerikan’ adalah berpuasa di sebuah kota kecil, di utara Moskow, yaitu Kota Leningrad, kini namanya diganti menjadi Saint Petersburg. Di kota itu, kata kawan saya Syaripudin Zuhri yang bekerja di KBRI setempat, Mataharinya tidak tenggelam selama 24 jam atau sehari semalam. Malamnya dikenal sebagai White Nights ~ Malam-malam Putih~ atau dalam bahasa Rusia disebut Beliye Nochi (baca = Bilii Nosii), karena Mataharinya memang tidak tenggelam. Tidak ada batas antara malam dan siang, jam 10 malam Matahari masih bersinar, jam 11 malam juga masih ada, jam 12 malam pun masih ada, dan jam 1 dini hari, Matahari masih bersinar, walhasil, hari-hari hanya ada siang, tanpa ada malam.

Maka, bagaimanakah jika Anda menjalani puasa di Kota St. Petersburg - Rusia? Apakah akan berpuasa selama 24 jam? Lalu, kapan pula shalat Maghrib dan Isya’nya? Tetapi kaum muslimin di St. Petersburg ada yang berbuka berdasarkan waktu Mekkah atau waktu di negara mana dia sebelumnya tinggal paling lama. Maka, apakah kewajiban ibadah puasa dan shalat menjadi gugur karenanya? Tentu saja tidak, dewasa ini, umat Islam seharusnya mengubah jadwal ibadah yang selama ini dihitung dengan menggunakan fikih tropis. Sudah tidak sesuai lagi untuk masyarakat Islam Internasional yang kini tersebar bukan hanya di negara tropis. Melainkan banyak yang sudah tinggal di negara-negara subtropis. Bahkan ada pula astronout muslim yang sudah ke luar angkasa. Bukankah di luar angkasa juga tidak ada siang dan malam? Karena siang malam itu hanya terjadi di Bumi yang berputar pada sumbunya? Sedangkan dari pesawat luar angkasa, Matahari akan selalu kelihatan…

Saya (Agus Mustofa) sudah membahas masalah ini dalam salah satu buku saya : ‘Tahajud Siang Hari Zhuhur Malam Hari’. Saya memberikan usulan bagaimana seharusnya jadwal ibadah umat Islam secara Internasional disusun. Yaitu, harus berpatokan pada Garis Bujur Bumi. Dengan cara itulah, kerancuan jadwal internasional bisa diselesaikan. Sehingga, umat Islam tidak harus berpuasa melebihi batas kemampuan fisiknya sebagai manusia normal. Di dalam Al-Qur’an sesungguhnya mengatur itu semua, hanya saja, belum terakomodasikan dalam fikih tropis yang ada selama ini. Maka, saya menganjurkan mereka untuk mengacu kepada jam saja. Sama dengan yang sudah terjadi di Indonesia. Setiap shalat tak perlu lagi melihat posisi Matahari, cukup melihat jam tangan atau jam dinding atau jam HP. Bahwa shalat Shubuh di wilayah tropis adalah sekitar jam 4 sampai jam 5 pagi, shalat Dhuhur (Zhuhur) antara jam 12 - jam 3 siang, shalat Ashar antara jam 3 - jam 6 sore, shalat Maghrib antara jam 6 - jam 7 petang dan shalat Isya’ antara jam 7 – sampai menjelang shalat Shubuh.

Pertanyaannya adalah: bagaimana dengan musim panas yang waktu siangnya bisa jauh lebih panjang? Bisa saja, Maghrib baru masuk pukul 10 malam atau di tempat yang lebih utara lagi bisa jam 11 atau 12 malam atau bahkan tidak tenggelam? Saya menganjurkan kepada kawan-kawan saya itu agar tidak mempersoalkan Matahari lokal. Yang harus dilihat adalah Matahari tropis di garis bujur yang sama, karena di garis bujur yang sama itu semua kota di berbagai negara pasti memiliki jam yang sama juga, cuma berbeda posisi Mataharinya. Yang dijadikan patokan adalah kota di negara tropis di mana Matahari bergerak secara seimbang pada kawasan 23,5 derajat lintang utara dan 23,5 derajat lintang selatan. Contoh gampangnya begini: Jika di Surabaya sedang jam 12 siang, maka kota-kota di garis bujur yang sama dengan Kota Surabaya adalah jam 12 siang juga, kota-kota di bagian utara itu adalah di Cina, Mongolia, dan Rusia semua segaris bujur yang sama sedang berada di jam 12 siang. Demikian pula di belahan selatan, mulai dari pantai barat Australia sampai ke Antartika. Bedanya, ketika di belahan utara Bumi sedang musim panas, maka di belahan selatan Bumi sedang musim dingin. Jika musim panas di Bumi belahan utara siangnya lebih panjang, sedangkan di Bumi belahan selatan sedang musim dingin sehingga malamnya lebih panjang. Tetapi semua kawasan yang segaris dengan Surabaya itu berada di jam 12 siang, meskipun di Bumi belahan selatan sedang puncak musim dingin dan Langitnya gelap seperti malam hari, substansinya kawasan itu sedang berada di siang hari. Jadi, jika mau shalat Dhuhur (Zhuhur) tidak usah menunggu Matahari musim panas yang baru datang beberapa bulan lagi, laksanakan saja shalat Dhuhur pada ‘malam hari’ itu, karena sebenarnya meskipun Langit sedang petang, sesungguhnya itu adalah jam 12 siang di wilayah Surabaya..! Demikian pula pada saat jam 12 tengah malam di Surabaya, kawasan-kawasan yang sedang mengalami puncak musim panas pasti sedang terang benderang. Jika Anda ingin shalat Tahajud, tidak perlu menunggu sampai Mataharinya tenggelam di musim dingin yang baru akan datang beberapa bulan lagi, lakukan saja shalat Tahajud pada ‘siang hari’ itu, karena sesungguhnya itu adalah jam 12 malam, cuma sedang dihadiri oleh Matahari, sehingga terjadilah shalat Tahajud pada siang hari, Dhuhur pada malam hari..!

Qur’an surat Al-Muzzammil ayat 20:

1.      (‘’… Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al-Qur’an…’’).

Di Rusia, soal perbedaan waktu ternyata bukan soal waktu itu sendiri, tapi ada keputusan pemerintah di dalamnya. Nah untuk soal geser menggeser waktu, di Rusia jagonya, karena Rusia melakukan hal yang berbeda di setiap musimnya. Rusia pernah menggeser waktu sama dengan negara-negara lain, di belahan Bumi Utara, artinya setiap minggu terakhir menjelang musim dingin, di musim gugur, waktu dirubah, waktu dimundurkan. Jadi waktu yang semula pukul 10.00 menjadi pukul 09.00, itu artinya beda waktu Moskow - Jakarta menjadi 4 jam. Pada saat menjelang musim panas, di musim semi, pada minggu terakhir bulan Maret digeser lagi, atau dimajukan 1 jam. Kedua, Rusia pernah pula tidak menggeser waktu, tidak dimajukan pada menjelang musim dingin, dan tidak pula diundurkan pada menjelang musim panas. Jadi tidak mengikuti dunia internasional secara umum, Rusia beda sendiri.  Rusia juga pernah hanya menggeser waktu menjelang musim dingin saja, waktu diundurkan, yang semula pukul 10.00 WM, menjadi pukul 09.00 WM. Itu artinya beda waktu Moskow - Jakarta yang semula 3 jam, menjadi 4 jam.

Namun di bulan Maret pada minggu terakhir yang seharusnya waktu dimajukan, dari jam 10.00 WM menjadi jam 11.00 WM, kini tak dilakukan oleh Rusia, sehingga masyarakat menjadi bingung karenanya. Mengapa? Karena pada komputer sudah disetting secara otomatis, pada pergantian waktu tersebut, maka ketika Rusia tidak merubah waktu tersebut, terjadilah perbedaan waktu dengan yang ada di komputer dan settingan waktu adzan di HP atau di tab, karena semuanya sudah berubah mundur, tapi waktu di Rusia tidak ikut mundur atau dirubah, maka yang terjadi selisih 1 jam dengan waktu yang ada di komputer, yang seharusnya sama dengan waktu yang di komputer, sedangkan beda waktu Moskow - Jakarta tetap 4 jam, seharusnya pada musim semi menjelang musim panas beda waktu Moskow - Jakarta 3 jam, bingung bukan? Tapi itulah Rusia, dan jika lagi “bertikai” dengan Eropa atau Amerika Serikat, hal ini dijadikan perlawanan, Rusia tidak ikut perubahan waktu secara internasional. Dengan demikian pihak internasional yang harus menyesuaikan dengan waktu dengan Rusia. Oya, jangan lupa di Rusia dari ujung barat sampai ujung timur, punya beda waktu sampai 11 jam! Waktu di musim panas, apa lagi di puncak musim panas nanti, saat bulan Juni, tepatnya tanggal 22 - 23 Juni, malam begitu singkat. Malam hanya sekitar kurang lebih 4-5  jam saja, Maghrib kurang lebih pukul 22.00 dan Shubuh kurang lebih pukul 02.00. Di Rusia setiap hari waktu bergeser 2-3 menit maju di musim panas dan 2-3 menit mundur di musim dingin. Makanya bagi umat Islam, waktu shalatnya mengikuti jam, tidak melihat Matahari, karena jika mengandalkan Matahari seperti di Indonesia bisa keliru total! Mengapa? Karena pada musim panas, Matahari seperti tidak mau tenggelam, sudah jam 21.00 Matahari masih terlihat alias belum tenggelam! Bahkan di St. Petersburg, di ujung utara Rusia, pada puncak musim panas 22 - 23 Juni pada tengah malam ada Matahari, orang Rusia menyebut ”Beliye Nochi” atau White Nights (malam-malam putih), maka jangan heran pada tengah malam banyak festival diselenggarakan! Ada marathon pada tengah malam dan turispun berbondong-bondong ke St. Petersburg pada bulan tersebut! Anda penasaran dan ingin membuktikan? Silahkan datang ke St. Petersburg pada puncak musim panas yang tanpa malam di bulan Juni. Itulah uniknya waktu di Moskow - Rusia.

~ Ikhlas, Menjadi Kekuatan Utama Puasa ~

Rasa syukur itu menyelinap ke dalam relung-relung sanubari, menyejukkan hati, mengalahkan teriknya matahari yang menyengat Bumi. Di sinilah kualitas puasa kita diuji. Apakah kita bisa melatih diri untuk merelakan ibadah hanya karena Allah semata. Karena, hanya orang-orang yang rela hati sajalah yang akan memperoleh hikmah maksimal dari puasanya. Bagi mereka yang berpuasa dengan terpaksa, mekanisme kesehatan di dalam tubuhnya akan berjalan tidak seimbang. Asam lambungnya akan mengucur lebih deras, karena rasa tertekan dalam menjalankan puasa. Itulah, orang-orang yang merasakan lambungnya menjadi perih karena berpuasa. Penyakit maag-nya justru kambuh. Sebaliknya, mereka yang melakukan puasa dengan rela hati dan ikhlas, akan memunculkan mekanisme hormonal yang baik bagi kesehatannya. Termasuk mekanisme asam lambung yang seimbang. Orang yang ikhlas, hatinya akan menjadi tenang dan tenteram. Tidak ada perasaan tertekan. Bahkan muncul optimisme yang menyebabkan munculnya kekuatan ekstra di dalam jiwanya. Semua itu menyebabkan ia mengalami proses penyehatan secara menyeluruh lewat puasanya. Jadi, mengapa orang-orang yang berpuasa di kawasan yang panas seperti Benua Afrika ini tetap bisa bertahan, bahkan memperoleh manfaat darinya? Faktor keikhlasan dan kerelaan itulah yang menjadi penyebab utamanya. Antisipasi kebutuhan badan secara wajar yang dipadukan dengan kekuatan iman telah memunculkan mekanisme keseimbangan alamiah pada diri seseorang yang sedang berpuasa. Allah benar-benar Maha Pemurah kapada hamba-hamba yang mengikuti petunjuk-Nya..!

Sumber: Jelajah Sungai Nil oleh Agus Mustofa dan Syaripudin Zuhri.