01 Mei, 2016

HIKMAH PENGHARAMAN SHALAT DAN PUASA BAGI WANITA HAID

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw bersabda :
“Tidaklah diterima shalat tanpa kesucian, dan tidak diterima sedekah dari hasil penipuan”.
Hadits riwayat Muslim.

Diriwayatkan dari Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda :
“Jika datang haid, tinggalkan shalat. Jika telah usai, mandilah (mandi besar/junub) dan sucikan dirimu dari darah, lalu dirikanlah shalat”.
Hadits riwayat Bukhari.

Jika wanita yang sedang haid menjalankan ibadah shalat, dikhawatirkan shalatnya akan mendorong berkumpulnya darah di rahim dalam jumlah yang banyak, yang pada gilirannya akan menimbulkan gangguan pada rahim. Ketika wanita sedang haid, darah dan cairan yang dikeluarkan dari tubuhnya bisa mencapai 34 ml selama masa haidnya. Jadi, jika dia tetap mendirikan ibadah shalat ketika sedang haid, maka sistem kekebalan tubuhnya akan terganggu, karena dikhawatirkan ada sebagian sel darah putihnya (leukosit) yang berperan penting dalam kekebalan tubuh akan ikut keluar bersama darah haid sewaktu shalat, hal ini sangat berbahaya.

Aliran darah secara umum akan mengandung lebih banyak agen penyakit, sementara wanita yang haid telah dilindungi oleh Allah dari ancaman penyakit dengan pemusatan sel darah putih di dalam rahim selama berlangsungnya siklus bulanan untuk menjaga dan melindunginya dari berbagai penyakit dengan dilarangnya shalat bagi wanita yang sedang haid. Sementara, jika seorang wanita yang sedang haid mendirikan shalat, maka dia akan kehilangan sebagian darahnya, termasuk sel-sel darah putihnya, sehingga menyebabkan sebagian organ tubuhnya akan terbuka terhadap penyakit, termasuk organ lever, limpa, kelenjar limpa, juga otaknya akan beresiko terserang penyakit. Di sinilah kita melihat hikmah pelarangan shalat bagi wanita yang sedang haid sampai mereka bersuci. Al-Qur’an sendiri menyebutkan, darah haid adalah penyakit yang membahayakan.
                                             
Qur’an surat Al-Baqarah ayat 222 :
(“Mereka bertanya kepadamu tentang haid) bagaimana memperlakukan istri yang sedang haid. (Katakanlah: Haid adalah suatu penyakit) kotoran (maka jauhilah) jangan mencampuri (wanita-wanita di waktu haid dan janganlah kamu dekati) bermaksud mencampuri (mereka sampai mereka suci) sampai mereka mandi besar. (Apabila mereka telah suci, maka datangilah) campurilah (mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu) yaitu di kemaluannya, bukan selain itu. (Sesungguhnya Allah menyukai) memuliakan dan memberi pahala (orang-orang yang bertobat) dari dosa (dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”) dari kotoran atau penyakit.

Shalat diharamkan bagi wanita yang sedang haid, karena ketika tubuh bergerak, terutama saat rukuk dan sujud, aliran darah menuju rahim bertambah, yang pada akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh. Karena dalam keadaan haid, tubuh kehilangan banyak mineral dan garam. Para dokter menyarankan agar wanita yang sedang haid lebih banyak beristirahat dan harus mengkonsumsi makanan yang bernutrisi, agar tubuh tidak kehilangan terlalu banyak garam, mineral dan sel-sel darah yang berharga yang mengandung sari-sari makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, terlebih pada saat wanita tersebut sedang haid, hal ini juga menjelaskan, mengapa wanita haid dilarang berpuasa.

Rasulullah bersabda ketika melewati beberapa wanita pada suatu hari raya : “Jika mereka haid, mereka tidak boleh shalat dan tidak boleh berpuasa…”. Hadits riwayat Bukhari.


Sumber : Mukzijat Kesehatan Ibadah oleh Dr. Jamal Elzaky

MENGAPA ISRA’ MI’RAJ NABI SAW DILAKUKAN DI MALAM HARI

Firman Allah Qur’an surat Al-Israa ayat 1 :
(“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya) supaya Nabi saw tidak mengalami kendala apapun selama Isra’ Mi’raj (agar Kami perlihatkan kepadanya) Nabi saw (sebagian dari tanda-tanda) kebesaran dan kekuasaan (Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”).

Nah, pertanyaannya “Mengapa perjalanan luar biasa itu dilakukan pada malam hari? Mengapa tidak siang hari saja?” Jawabannya adalah, karena badan Nabi saw sudah diubah oleh Allah menjadi badan cahaya dan berkecepatan cahaya. Maka Isra’ Mi’raj-nya harus dilakukan di malam hari, ini dilakukan karena alasan yang lebih bersifat teknis. Pada siang hari, radiasi sinar Matahari sedemikian kuatnya, sehingga bisa membahayakan badan cahaya Rasulullah saw yang sebenarnya memang bukan berbadan cahaya asli, tapi hanya selama perjalanan Isra’ Mi’raj saja. Badan Nabi saw yang sesungguhnya tentu saja adalah badan materi. Perubahan menjadi badan cahaya itu bersifat sementara saja, sesuai kebutuhan untuk melakukan perjalanan bersama Malaikat Jibril as dan bertemu dengan Allah swt di Sidratul Muntaha.

            Dengan melakukannya pada malam hari, maka Allah telah menghindarkan Nabi saw dari interferensi gelombang yang bakal membahayakan badan cahayanya yang tidak permanen tersebut. Suasana malam hari memberikan kondisi yang baik buat perjalanan Isra’ Mi’raj itu. Pada malam hari interferensi (gangguan) gelombang suara tidak terlalu besar, sehingga suara terdengar jernih untuk berkomunikasi dengan Allah dan jiwa kita bisa menjadi fokus, khusyuk dan bacaan doa menjadi lebih berkesan. Karena badan Nabi saw telah diubah menjadi badan gelombang cahaya, maka perjalanan malam hari menjadi memiliki makna yang sangat penting buat beliau saw. Karena beliau saw akan menghadap dan kepada Allah, maka perjalanan malam hari memiliki makna kejernihan komunikasi dengan Allah.
  
            Allah terus mengendalikan proses perjalanan Nabi saw tersebut. Allah memberkahi sekelilingnya, supaya tidak muncul kendala yang berarti. Sebab jika tidak dilindungi secara khusus, ‘badan cahaya’ Nabi saw bisa mengalami proses balik menjadi ‘badan materi’ lagi sebelum waktunya. Misalnya ketika melewati medan inti Bumi dengan besar tertentu. Sebagaimana saat gelombang sinar Gama melewati medan inti atom., yang bisa berubah menjadi sepasang partikel elektron dan proton kembali. Nah, disinilah pentingnya Allah menjaga lingkungan sekitar perjalanan itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab, jika badan Nabi Muhammad saw tiba-tiba berubah menjadi ‘badan materi’ lagi saat melakukan perjalanan berkecepatan sangat tinggi itu, maka badannya bisa terburai menjadi partikel-partkel kecil sub atomik, bisa tidak terbentuk lagi. Hal ini telah dijelaskan di depan, bahwa binding energi atau energi ikat yang menyusun atom, molekul dari badan Rasulullah saw itu bisa kalah besar bila dibandingkan dengan energi yang muncul akibat kecepatannya.

Mengapa Allah memperjalankan Rasulullah saw dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha? Karena Masjid adalah tempat akumulasi energi positif, karena digunakan untuk melakukan peribadatan yng menghasilkan energi positif yang sangat besar. Karena masjid-masjid itu berumur ribuan tahun dan digunakan untuk beribadah oleh ribuan manusia. Maka sungguh tempat itu menyimpan energi positif yang luar biasa besar. Masing-masing bagaikan sebuah tabung energi yang sangat dahsyat. Lantas apa kaitannya dengan perjalanan Rasulullah saw? Ini terkait dengan badan Rasulullah saw yang telah dirubah menjadi energi alias cahaya, maka banyak hal yang harus disesuaikan dengan perubahan badan cahaya Rasulullah saw itu, termasuk tempat keberangkatan dan kedatangan Rasulullah saw.

Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dijadikan terminal pemberangkatan dan kedatangan. Ini mirip dengan tabung transmitter dan receiver, yang digunakan dalam proses teleportasi. Contoh kongkretnya adalah yang terjadi pada Mr Spock dalam film sains fiksi Startrek. Karena masjid mengandung energi positif yang sangat besar, maka perubahan badan Rasulullah saw dari materi menjadi energi cahaya menjadi jauh lebih mudah. Apalagi ‘dioperatori’ oleh Malaikat Jibril as yang memang makhluk cahaya. Maka semuanya berjalan lancar sesuai kehendak Allah. Allah-lah yang berkehendak dan Jibril as yang melaksanakan. Setelah badan Rasulullah saw berubah menjadi badan cahaya, maka Jibril as langsung memandu perjalanan itu dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha. Dan bukan hanya sampai di Yerusalem, Palestina saja, Jibril as tetap memandu Rasulullah saw sampai ke Langit ke-7. Subhanallah.


Sumber : Terpesona di Sidratul Muntaha oleh Agus Mustofa