Necropolis adalah kawasan membentang sepanjang 40 km, di
dalamnya terdapat lebih dari 100 buah Piramida yang menakjubkan, serta ratusan
makam para kerabat firaun, pendeta, dan pejabat-pejabatnya, areanya lebih luas
dari kawasan Lembah Raja di Luxor Barat. Masih tentang Necropolis alias Kota
Pekuburan Giza – Memphis, kompleks yang dibangun Fir’aun Cheops (Khufu) dari
dinasti ke-4 ini memiliki luas sekitar 13 hektare. Di dalamnya ada 3 Piramida
utama yang dibangun oleh anak cucu Fir’aun Sneferu yang membangun Piramida
bengkok di Dahshur. Yang tertinggi adalah yang dibangun oleh Fir’aun Cheops
(2589 – 2566 SM), tingginya saat dibangun adalah 146 meter, tetapi kemudian
runtuh di bagian ujungnya sehingga tinggal 136 meter. Yang sangat menarik, dari
suatu kawasan Necropolis yang membentang sepanjang puluhan kilometer itu tidak ditemukan artefak istana para firaun
secara signifikan di bekas ibu kota Kerajaan Mesir Lama, Memphis. Hal ini karena
istana para fir’aun Kerajaan Mesir Lama, Tengah dan Baru serta rumahnya para
orang elit Mesir kuno itu dibuat dari kayu dan batu bata atau tanah yang
dikeraskan, makanya cepat rusak dan hancur sehingga hampir 100% tidak ditemukan
lagi peninggalannya. Justru yang masih bisa ditemukan di Giza adalah banyaknya bangunan
Piramida kuburan para fir’aun, kerabatnya, para pejabatnya dan para pendeta
karena kuburan tersebut di dibuat dari bebatuan yang tahan lama dengan harapan
jenazah yang tersimpan di dalamnya tetap utuh, awet dan aman. Hal ini terkait dengan
filosofi masyarakat Mesir kuno, yang memandang kehidupan sesudah mati jauh
lebih penting dibandingkan kehidupan sekarang. Kebanyakan raja Mesir kuno
bersegera menyiapkan kuburannya sesaat sesudah dilantik sebagai raja. Hari itu
dilantik, hari itu juga para fir’aun tersebut merancang kuburan untuk menyimpan
jenazahnya kelak jika meninggal. Baik dalam bentuk Mastaba, Piramida yang
spektakuler, di gua karang ataupun di perbukitan batu yang berbentuk mirip Piramida
yang dilubangi yang disulap menjadi Valley of The Kings (Lembah Raja-raja).
Tentang proses pembangunan Piramida
yang masih kontroversial, sekaligus menakjubkan banyak pihak. Terutama Piramida
Cheops yang paling tinggi dengan ruang raja alias King’s Chamber yang
dibuat dari batu granit utuh seberat puluhan ton. Dalam wacana umum di kalangan
arkeolog dipercayai bahwa Piramida Cheops (Khufu) dibangun selama lebih dari 20
tahun, hampir sepanjang masa kekuasaannya. Ia mengerahkan tenaga kerja lebih
dari 100 ribu orang yang bekerja secara bergantian, dibantu tak kurang dari 20
ribu binatang ternak. Binatang-binatang ini digunakan untuk menarik batu-batu
besar penyusun Piramida yang beratnya antara 2,5 ton sampai 15 ton, yang tidak
mungkin tenaga manusia bisa mengangkatnya. Piramida bagian bawah berfungsi
sebagai fondasi, sehingga harus berukuran lebih besar dan lebih kuat. Setiap
blok batu berukuran lebar 1 meter, panjang 2,5 meter, dan tinggi 1,5 meter.
Bobot setiap batu mencapai 6,5 – 10 ton. Sedangkan di lapisan yang lebih tinggi
bobotnya lebih rendah, yaitu sekitar 1,3 ton, dengan ukuran 1 x 1 x 0,5 meter.
Biasanya, para ahli Mesir kuno menyebut bobot rata-rata batu sebesar 2,5 ton.
Jadi kalau dikalikan dengan jumlah batu Piramida sebanyak 2,5 juta, maka bobot
Piramida Cheops itu kira-kira sebesar 6,25 juta ton di dalamnya dikubur jenazah
Fir’aun Cheops. Tentu ini membawa konsekuensi desain yang luar biasa, mulai
dari kekuatan tanah pendukungnya, pondasinya, jenis batu yang dipakai, ukuran
dan kepadatannya, sampai kepada bentuknya agar tidak runtuh sebelum waktunya.
Juga, tingkat kesulitan dalam proses pembuatannya. Ternyata semua itu bisa
diatasi dengan baik oleh arsitek Piramida Giza bernama : Hemienu, yang masih cucu Fir’aun Sneferu, anaknya Pangeran Nefer-Maat.
Karena itu, untuk membangun Piramida Giza ini, kawasan yang dipilih adalah
gunung batu kapur Giza. Ada empat alasan yang melandasinya yaitu sbb :
Yang ke-1 : Berhitung pada kemampuan atau daya dukung
lahan terhadap beban Piramida yang demikian berat.
Yang ke-2 : Sekaligus sebagai tambang bahan baku untuk
Piramida, dengan cara memotong-motong bukit kapur itu dalam bentuk blok batu berukuran tertentu.
Kesamaan jenis batu dengan lahan tempat Piramida itu dibangun menjadikan
hitungan konstruksinya menjadi lebih sederhana dan terjamin.
Yang ke-3 : Pemilihan dataran tinggi ini menyebabkan
Piramida terbebas dari banjir tahunan Sungai Nil yang selalu meluap menggenangi
daerah yang luas, terutama sebelum dibuat bendungan Aswan.
Yang ke-4 : Ini adalah kawasan barat Sungai Nil, yang
memang dipersyaratkan bagi kawasan pemakaman para penyembah Dewa Matahari.
Di Kota Aswan terdapat tambang batu granit, karena menurut
catatan sejarah, sejumlah situs bersejarah menggunakan batu granit Aswan
sebagai pelapis bangunan pentingnya. Diantaranya adalah Chamber of The King atau
ruang mumi fir’aun yang ada di Piramida Giza. Di sepanjang tepian Sungai Nil
itu banyak terdapat bukit-bukit granit merah keabu-abuan. Dan di perbukitan di sekitar Aswan,
terdapat sejumah kawasan yang mengandung batu granit merah dengan kualitas
tinggi. Batu granit Aswan disukai oleh para fir’aun untuk melapisi bagian
tertentu dari Piramida, agar bisa bertahan ribuan tahun. Sebab, sebagian besar
bebatuan Piramida itu memang dibangun dari batu kapur yang tidak sekeras
granit. Sehingga lebih mudah lapuk termakan usia. Sedangkan granit dengan
kepadatan yang lebih tinggi memiliki kekerasan dan daya tahan yang lebih lama,
serta memberikan hawa sejuk ke dalam ruangan. Hanya saja, yang masih membuat
penasaran para peneliti peradaban Mesir kuno adalah tentang bagaimana para
pekerja di zaman itu membawa bongkahan-bongkahan batu granit yang berukuran
besar dari Aswan ke Giza. Karena bagian atas Chamber of The King itu ternyata
terbuat dari batu granit utuh seberat 50 ton. Berdasarkan catatan dan lukisan
pada kertas papirus, memang disimpulkan bahwa batu-batu dari Aswan dibawa ke
Giza yang berjarak lebih dari 900 km, dengan menggunakan perahu. Mereka
memanfaatkan Sungai Nil sebagai jalur transportasinya. Tetapi, perahu sebesar
apakah yang mampu mengangkut batu seberat itu? Bagaimana pula teknis
loading-nya supaya perahu tidak tenggelam? Dan bagaimana caranya, agar batu itu
bisa sampai ke kompleks Piramida Giza, bahkan dinaikkan ke bagian atas Piramida
pada ketinggian sekitar 100 meter dari atas tanah? Sebagian pertanyaan itu kini
mulai terjawab. Di sebelah Piramida Giza ditemukan ada sebuah perahu yang
dikenal sebagai Solar Barque alias Perahu Matahari. Perahu ini dipercaya
sebagai alat angkut batu-batu Piramida dan batu-batu granit itu dimuat oleh dua
buah perahu yang bergerak secara paralel dengan dihubungkan papan pengangkut
batu di bagian tengahnya. Jadi, dua buah perahu itu seperti menjadi ‘pemikul’
di kanan kiri batu. Dengan cara ini, bobot 50 ton menjadi terbagi separonya
pada setiap perahu. Selain itu, saat bongkar muatnya juga menjadi lebih
rasional. Dan tidak membuat perahu oleng atau pun tenggelam. Karena batu granit
tersebut up-loaded dari arah depan perahu langsung ke arah papan
pengangkut, dengan menggunakan papan miring yang diberi gelondongan kayu
sebagai roller-nya. Begitu juga sebaliknya, ketika down-loaded. Setelah itu,
2 perahu pemikul ditarik oleh perahu lain yang ada didepannya, mengikuti aliran
Sungai Nil menuju ke kawasan Giza. Untuk menempuh jarak 900 km itu, perahu
membutuhkan waktu sebulan, karena kecepatan aliran Sungai Nil hanya sekitar 30
km per hari. Masyarakat Mesir kuno ternyata tidak asing dengan ilmu-ilmu fisika
dan matematika terkait dengan konstruksi bangunan, bahkan mereka termasuk ahli
di dalam bidang ini. Sehingga bisa membuat bangunan-bangunan yang megah dan
menakjubkan seperti berbagai Piramida tempat ia dimakamkan, yang bisa bertahan
selama ribuan tahun. Mereka memanfaatkan hukum alam yang telah tersedia di
sekitarnya dengan sangat cerdas dan cerdik. Maka, sesampai di kawasan Giza,
perahu pengangkut batu-batu granit itu dibelokkan lewat kanal-kanal menuju
depan kompleks Piramida, dengan cara ditarik oleh ratusan orang. Dugaan itu
menjadi rasional, karena ternyata antara Sungai Nil dan kompleks Piramida itu
memang ada kanal tua, yang disebut sebagai Kanal Memphis. Dan ujungnya berada
di sebelah patung Spinx yaitu singa berkepala manusia, di dekat Piramida
Cheops..!
Di lokasi Lembah Raja dipilih oleh Fir’aun Thutmosis
(Thotmses) I yang berkuasa di tahun 1528 – 1510 SM dan kemudian diikuti oleh
raja-raja sesudahnya sebagai kuburannya. Dalam mitologi Mesir kuno, jenazah
para mumi akan memasuki alam keabadian jika mereka dikuburkan di bawah bangunan
berbentuk Piramida. Karena itu, meskipun mereka tidak membangun Piramida seperti
di zaman Old Kingdom dan
sebagian Middle Kingdom, para
fir’aun Kerajaan Mesir Baru termasuk Fir’aun Merneptah menerapkan filosofi yang
sama, yaitu memilih perbukitan batu yang berbentuk mirip Piramida sebagai
makamnya. Makam, dalam tradisi para penyembah Matahari selalu ditempatkan di
tepi barat Sungai Nil, ni menjadi simbol pertemuan mereka dengan sang Dewa Matahari
Amun-Ra di tempat tenggelamnya di ufuk barat. Karena itu, di dinding-dinding
lorong makam itu dipahatkan sebentuk cerita, bahwa orang yang mati akan bertemu
dengan Dewa Matahari setelah berlayar menggunakan perahu menuju alam keabadian
dengan melewati 12 pintu. Setelah melewati pintu-pintu itu, mereka berharap
bertemu dengan Dewa Matahari Amun Ra yang mereka sembah saat Matahari ‘terbit di
esok hari’ di alam keabadian. Di dalam perut bukit batu itu dibuat lorong
panjang yang menuju ke ruang penempatan mumi di bagian paling ujung. Di
sepanjang lorong itulah dibuat ruang-ruang untuk menempatkan perbekalan. Dan di
sepanjang dindingnya dipahatkan berbagai ornamen dan gambar yang mengisahkan
sejarah hidup sang firaun sampai perjalanannya menuju alam keabadian. Cerita
itu disebut sebagai ‘Kitab Kematian’. Jika jenazah para firaun Kerajaan Mesir
Baru di Lembah Raja di sebelah barat Sungai Nil dimasukkan ke dalam perut ‘bukit batu asli’ berbentuk mirip Piramida.
Maka di Necropolis ini jenazah para firaun Kerajaan Mesir Lama dan kerabatnya dimasukkan
ke dalam perut ’bukit batu buatan’
bangunan berbentuk Piramida yang menjulang tinggi puluhan meter ke angkasa.
Hal ini tentu saja jauh lebih dahsyat karena membutuhkan keahlian dan waktu
konstruksi selama bertahun-tahun.
Ide dasar (pertama) pembuatan Piramida datang dari seorang
arsitek multitalenta yang terkenal zaman itu bernama Imhotep, seorang arsitek yang hidup pada abad 27 SM. Awalnya,
makam-makam fir’aun Mesir kuno hanya berbentuk Mastaba. Yaitu sebuah ruangan
yang dibentuk dari tumpukan batu yang di dalamnya ada peti mumi firaun. Imhotep
memgembangkannya menjadi sebuah bangunan Piramida yang monumental. Karena jasa
dan ide-idenya yang brilian, di kawasan Necropolis itu kini didirikan sebuah
Museum Imhotep. Di dalamnya, kita bisa menyaksikan bagaimana karya-karyanya
dalam membangun sebuah Piramida. Proses pembangunan sebuah Piramida benar-benar
pekerjaan raksasa yang luar biasa menakjubkan. Baik dari segi jumlah pekerja
yang terlibat, maupun jumlah batu penyusunnya. Diperkirakan, batu penyusunnya
berjumlah 2,3 – 2,5 juta, tergantung pada ukurannya. Sebab, ukuran batu di
bagian bawah adalah lebih besar dibandingkan yang berada di bagian atas. Karya pertama Imhotep
adalah Piramida tertua Sakkara, bentuknya unik berbeda dari Piramida-piramida
lainnya. Bangunan yang menjadi makam Fir’aun Djoser dari Dinasti ke-3 di
zaman Old Kingdom itu berbentuk bangunan bertingkat yang mengecil di
bagian paling atas, tingginya 60 meter, terdiri dari 6 tingkat, terbuat dari
blok-blok batu kapur yang ditumpuk secara berjenjang. Piramida ini sering juga
disebut sebagai Piramida Djoser, nama fir’aun yang berkuasa di tahun 2667 –
2648 SM.
Imhotep adalah orang Qibthi (Mesir asli) jelas dia bukan Nabi Yusuf as bin Ya’qub as bin Ishaq as bin Ibrahim
as yang orang Israel. Makanya Imhotep
tidak tahu cara menyimpan biji gandum
supaya awet selama 7 tahun masa paceklik dan setelah 7 tahun masa kesulitan
berlalu, biji-biji gandum tersebut yang disimpan bersama tangkainya tidak
mengalami perubahan sedikitpun, baik isi, kandungan gizinya maupun kemampuannya
untuk tumbuh, berkembang dan berbuah, sehingga masih bisa dibuat bibit untuk
ditanam lagi, tidak punya pikiran untuk
membuat 3 kanal (sungai) yang dilewatkan ke daerah pertanian seluas 340.000
ha di Kota Fayoum untuk mengalirkan air Sungai Nil ke Danau Qarun yang memiliki
ketinggian 45 meter di bawah laut. Sehingga sulit menggunakan air danau
tersebut jika tidak dibuatkan kanal untuk menyambungkan Sungai Nil dengan Danau
Qarun yang berjarak 100 km untuk mengairi kawasan yang lebih tinggi di
sekitarnya supaya air Danau Qarun itu bisa dimanfaatkan yang membuat kota
tersebut menjadi daerah paling subur dan menjadi lumbung pangan di Mesir sampai
sekarang. Padahal Fir’aun Ramses II gagal meniru membuat kanal seperti yang ada
di Fayoum dengan menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Tengah karena dia tidak
mendapat pertolongan dari Allah. Imhotep tidak
mengetahui cara membuat kincir angin yang berjumlah ratusan untuk meratakan
distribusi irigasinya untuk bisa mengatasi masa paceklik panjang di Mesir dan daerah-daerah
di sekitarnya dan juga Imhotep tidak
bisa membangun 360 desa untuk lumbung pangan hanya dalam waktu sekitar 2
bulan saja yang mustahil selesai dikerjakan jika tanpa pertolongan dari Allah dengan
diturunkan malaikat-malaikat-Nya untuk membantu Nabi Yusuf as pada abad ke-17
SM karena zaman itu belum ada alat-alat modern. Yang mengetahui semua hal tersebut di atas hanyalah Nabi Yusuf as
karena dia seoramg muslim dan seorang rasul Allah yang mendapat pertolongan dan
pengetahuan itu dari Allah melalui wahyu, sementara Imhotep tidak mendapatkan wahyu dari Allah karena ia bukan nabi apalagi
rasul, Imhotep adalah orang musyrik penyembah berhala. Paceklik panjang itu
terjadi abad ke-17 bukan pada abad ke-27 zaman Fir’aun Djozer berkuasa tetapi ketika
penguasa Mesir pada zaman itu dipegang bangsa asing yaitu bangsa Hyksos yang
sezaman dengan Nabi Yusuf as sewaktu tinggal di Mesir dahulu. Ini dibuktikan
berdasarkan Dokumen Hieroglyph yang
tertera dalam Daftar Penguasa Mesir di Turin, disebutkan, pernah penguasa Mesir
kuno tidak bergelar “Fir’aun” (Per-Ah, Pher-Aoh) melainkan
bergelar “Malik“ (Raja). Dokumen
Hieroglyph di situs Turin itu menunjukkan mukjizat Al-Qur’an surat Yuusuf ayat 43, 50, 51, 54, 72, 76
karena di ayat-ayat tersebut penguasanya disebut raja bukan fir’aun, jadi bisa dipastikan bukan Fir’aun Djozer karena ia orang Qibthi dan penyembah berhala sama
dengan Imhotep. Raja Hyksos yang mendapatkan mimpi dari Allah tentang 7 ekor sapi
betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi betina yang kurus-kurus (Yuusuf ayat 43) yang ditafsirkan oleh
Nabi Yusuf as bahwa akan terjadi 7 tahun masa subur kemudian akan terjadi 7
tahun masa paceklik (Yuusuf ayat 47-49).
Dan mimpi Raja Hyksos tersebut bukan
dari Dewa Khnum dewa Sungai Nil, nama-nama yang para penyembah berhala bangsa
Mesir kuno membuat-buatnya, hal ini sama dengan yang dilakukan oleh orang-orang
musryik Mekkah. Allah tidak menurunkan suatu keterangan apa pun tentang
nama-nama itu, Yuusuf ayat 40 dan An-Najm ayat 19-20, 23, lagi pula
dewa-dewa tidak ada dan semua itu hanya angan-angan kosong yang dibisikan oleh
setan ke dalam hati manusia untuk menyesatkan mereka yang menjadikan setan
sebagai pelindungnya, An-Nisaa’ ayat
119-120 dan yang mengikuti langkah-langkah setan.
Dan Bani Israil datang
ke Mesir yang waktu itu masih berjumlah puluhan orang pada tahun ke-2 masa
paceklik panjang masih berlangsung. Ini terbukti dalam penelitian arkeologi modern, bahwa
kawasan Fayoum itu ternyata pernah menjadi permukiman mereka. Bani Israil saat
itu bisa memperoleh izin tinggal di sana pada abad ke-17 SM karena yang
berkuasa di Mesir pada waktu itu adalah bangsa Hyksos yang berasal dari kawasan
yang sama yaitu dekat Palestina. Di masa itu, Kerajaan Mesir Menengah kembali
terpecah belah, kondisi Mesir yang lemah mengundang invasi musuh dari luar
dengan ditandai serangan bangsa Hyksos yang dengan mudah menguasahi dan
menjajah Mesir. Bagi bangsa Mesir, masa kekuasaan bangsa Hyksos adalah
kecelakaan sejarah, memang ironi, bangsa Mesir yang kuat serta memiliki pengetahuan
dan kebudayaan yang tinggi dapat ditaklukan oleh bangsa Hyksos, yaitu suatu
bangsa penggembala yang dianggap kasta (ras) rendah bagi bangsa Mesir kuno dan
merupakan pendatang di wilayah kekuasaan Kerajaan Mesir, padahal fir’aun-fir’aun
Mesir itu mengaku dirinya “tuhan” dan rakyatnya juga mempercayainya sebagai “tuhan”
(Dewa Horus yaitu dewa Langit dan
pelindung Dewa Matahari Ra), mengapa
bisa ditaklukan oleh bangsa manusia, lebih ironi lagi bangsa manusia itu
dianggap ras rendah. Oleh karena itu, keturunan Dinasti ke-XIV yang kakek
moyangnya pernah ditaklukan dan disingkirkan ke Kota Thebes (Luxor modern) kemudian
diturunkan derajatnya dari fir’aun Mesir menjadi hanya sebagai pangeran
atau vazal (penguasa bawahan) dan harus membayar pajak kepada Raja
Hyksos. Maka Pangeran Ahmose berupaya untuk menghilangkan jejak sejarah bangsa
Hyksos dengan mengobarkan perang kemerdekaan dan akhirnya berhasil mengalahkan bangsa
Hyksos dan yang masih tersisa melarikan diri sampai ke Saruhen - Palestina,
Pangeran Ahmose dan bala tentaranya terus mengejar, kemudian memusnahkan mereka
setelah dikepung selama 5 tahun. Tetapi bangsa Hyksos lebih cerdik dalam
strategi perang dan terampil membuat alat-alat pertanian, senjata dan roda
kereta tempur dari bahan perunggu. Bangsa Hyksos telah mengenal kuda untuk
menarik kereta perang dan sudah mengenakan zirah (baju besi) yang dipakai saat
peperangan sebelum bangsa Mesir mengenalnya. Pengetahuan bangsa Hyksos tentang
teknologi yang masih terasa asing bagi bangsa Mesir tersebut membuat bangsa
Mesir tertunduk lesu dan kemudian menyerah. Akhirnya Kerajaan Mesir Baru
menyerap tehnologi dan budaya bangsa Hyksos sehingga Mesir menjadi kerajaan
yang semakin kuat dan pertaniannya menjadi semakin maju dengan tehnologi baru
dari bangsa Hyksos.
Qur’an surat Al-Qashash ayat 38 :
38. (Dan berkata Fir’aun) Merneptah (: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku
sendiri. Maka bakarlah hai Haman) dia hidup sekitar abad ke-12 SM dan
dia adalah pejabat tinggi kerajaan dan orang kepercayaan Fir’aun Merneptah dan tidak pernah diperintah untuk membangun
Piramida, karena Fir’aun Merneptah dan semua
raja Dinasti ke-19 dan keluarganya di kubur di Lembah Raja yaitu perbukitan
batu berbentuk mirip Piramida yang dilobangi untuk kuburan mereka dan tidak dikubur di dalam Piramida (untukku
tanah liat) yang dicetak menjadi batu bata merah, yaitu bahan untuk
membangun istana, menara, rumah dan semacamnya. Tetapi jika para fir’aun Mesir
kuno membangun kuil atau kuburan, maka mereka menggunakan bahan dari bebatuan, maksudnya supaya bangunannya
tahan lama sehingga mumi di dalamnya tetap utuh, awet dan aman sekaligus untuk
mempersiapkan supaya perjalanannya ke akhirat lebih lancar. Menurut kepercayaan
bangsa Mesir kuno penyembah berhala (pagan), fir’aun yang masih hidup menjadi
Dewa Horus, sedangkan fir’aun yang telah mati itu dipercaya menjadi Dewa Osiris
dan jiwanya dinamai ‘Ka’, dipercaya
masih tetap berada ditubuhnya jika muminya tidak rusak, karena itu mumi fir’aun
harus dijaga dengan baik supaya tidak rusak, karena jika muminya rusak, dia
tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai raja bagi orang-orang mati, jika hal
ini terjadi, maka siklus tersebut akan putus dan malapetaka akan menimpa Mesir.
Tetapi kenyataannya, mengapa fir’aun-fir’aun yang telah mati dan menjadi mumi tersebut
tidak bisa melindungi raja, pejabat, rakyat dan negeri Mesir dari malapetaka
azab Allah? Padahal mumi Ramses II yang baru meninggal belum 10 tahun itu,
tentu saja muminya masih bagus dan mumi fir’aun-fir’aun yang lain juga belum
rusak. Salah satu contohnya, yaitu ketika zaman Nabi Musa as berdakwah di
Mesir, lalu Fir’aun Merneptah serta kaumnya mendustakannya dan malah makin
bengis kepada Bani Israil, sehingga Allah mengazab mereka dengan 10 macam azab
yang menimpa Mesir dan orang-orang Mesir, kemudian Allah menenggelamkan Fir’aun
Merneptah, Haman dan bala tentaranya ke dalam laut. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan
bangsa Mesir kuno pagan itu hanya tipuan setan dengan membangkitkan angan-angan
kosong kepada manusia untuk menyesatkan mereka yang menjadikan setan sebagai
pemimpinnya. Piramida adalah kuburan untuk menyimpan jenazah para fir’aun dan
keluarganya serta benda-benda yang menyertai jenazah mereka sebagai ‘bekal
hidup di sana’ (Kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi) ayatnya
menyebut bangunan (menara) bukan Piramida, karena bagi
orang Mesir, Piramida adalah kuburan untuk menyimpan mumi para fir’aun Mesir dan
membutuhkan waktu puluhan tahun untuk membangunnya (supaya aku dapat naik melihat
Tuhan) nya (Musa dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk
orang-orang pendusta”).
Qur’an surat Al-Mu’min ayat 36-37 :
36. (Dan berkatalah fir'aun : “Hai Haman, buatkanlah bagiku
sebuah bangunan yang tinggi) menara (supaya
aku sampai ke pintu-pintu) Fir’aun Merneptah dan sebagian besar fir’aun
New Kingdom tidak pernah membangun
Piramida, karena membutuhkan waktu yang sangat lama, tenaga dan biaya yang sangat
besar dan harus dirancang oleh arsitek yang handal dan keahliannya di atas
rata-rata yang bisa menghasilkan bangunan Piramida yang megah, kuat dan tahan
terhadap perubahan kondisi alam yang sangat ekstrim, sehingga bisa bertahan
ribuan tahun. Dan arsitek itu adalah Imhotep yang membangun Piramida Sakkara, para
arsiteknya Fir’aun Sneferu yang membangun Piramida Merah (Red) dan Bengkok (Bent)
di Dahshur dan cucunya Fir’aun Sneferu yaitu Hemienu anaknya Pangeran Nefer-Maat
yang membangun Piramida di komplek pekuburan Giza yang bisa bertahan sampai
sekarang karena bahan konstruksinya dari bebatuan inti padat, sehingga disebut
Piramida asli. Dan hanya fir’aun-fir’aun Dinasti ke-3 dan ke-4 saja yang bisa
membangun Piramida yang berkualitas sangat tinggi. Sementara untuk Dinasti ke-5
dan seterusnya, karena mengalami kemunduran kejayaan sehingga mengalami
kemerosotan ekonomi negara, juga arsiteknya tidak handal dan bahan konstruksi
Piramidanya dari bahan-bahan yang kurang berkualitas, yaitu puing-puing
bebatuan yang dibentuk blok-blok batu kapur kecil-kecil seperti batu bata
tetapi ukurannya lebih besar. Hal ini menyebabkan Piramida yang dibangun oleh
raja-raja Dinasti ke-5 dan seterusnya, semakin lama kualitasnya semakin rendah,
maka bangunannya disebut Piramida tak asli. Sehingga Piramida mereka sekarang
sebagian tinggal puing-puing dan sebagian lagi tinggal gundukan pasir karena
diperparah oleh erosi dari angin gurun yang sangat kencang, amplitudo suhu di daerah gurun yang ekstrim dan
sinar Matahari yang sangat terik selama ribuan tahun menyebabkan cepat terjadi
pelapukan batuannya, apalagi jika Piramida itu bahan konstruksinya dari tanah
liat yang dicetak lalu dibakar (batu bata merah), maka akan lebih cepat lagi
hancurnya. Dan yang membangun Piramida di Sakkara, Dahshur, Necropolis Kota
Giza, Hawara, El-Lahun dan lainnya adalah fir’aun-fir’aun Old Kingdom dan
sebagian fir’aun-fir’aun Middle Kingdom dari abad 27 SM - 18 SM untuk kuburan
mereka. Untuk membangun Piramida itu dibutuhkan waktu puluhan tahun tergantung
besar kecil Piramidanya, apa lagi membangun Piramida Giza yang paling besar, maka
dibutuhkan waktu lebih dari 20 tahun. Sedangkan Nabi Musa as dari Madyan
kembali ke Mesir abad ke-12 SM, dan tinggal di Mesir untuk berdakwah kepada
Bani Israil, Fir’aun Merneptah dan kaumnya itu tidak sampai 10 tahun, lalu Nabi
Musa as pergi lagi bersama Bani Israil meninggalkan Mesir dengan tujuan ke Palestina
untuk melarikan diri dari penindasan dan penganianyaan Fir’aun Merneptah dan
kaumnya yang melampaui batas itu.
37. yaitu (pintu-pintu Langit, supaya aku dapat
melihat Tuhan) nya (Musa
dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.” Demikianlah dijadikan fir’aun
memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan)
yang benar (dan tipu daya fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian)
untuk dirinya sendiri dan pengikut-pengikutnya (kaumnya).
Menurut penelitian dari para ilmuwan dan arkeolog, bebatuan bahan baku pembuatan Piramida di
Mesir adalah batu kapur dan batu granit yang diambil dari beberapa tempat,
yaitu batu kapur dari Tura, batu
granit dari Aswan (batu granit jika mengalami
pelapukan akan menjadi tanah liat putih), tembaga dari Semenanjung Sinai untuk
dibuat pin sebagai hiasan pintu-pintu batu yang ada di dalam Piramida dan kayu
dari Libanon untuk membuat 3 peti mati pembungkus Sarchofagus
(peti mati yang terbuat dari batu granit) dan 2 Coffin (peti mati berbentuk
tubuh manusia) yang terbuat dari kayu dan 1 coffin yang terbuat dari emas untuk
tempat mumi fir’aun, semuanya diangkut melalui Sungai Nil. Buruh-buruh pekerja yang membangun
Piramida adalah pekerja bayaran bukan budak dan pekerja bayaran itu berasal
dari buruh miskin dan petani Mesir dan rata-rata meninggal pada usia muda yaitu
umur 30 tahunan akibat mengalami cedera tulang belakang karena membawa beban yang
sangat berat, padahal bangsa Mesir kuno ribuan tahun yang lalu itu badannya
tinggi besar sama dengan badannya Bani Israil pada zamannya Nabi Musa as yang
juga tinggi besar. Kemudian terungkap pula terdapat cara pertolongan gawat
darurat bagi buruh yang cedera dalam kecelakaan kerja dan banyak nyawa yang
melayang dalam proses pembuatan Piramida.
TENTANG BATU
KAPUR, TANAH LIAT DAN FLUKTUASI SUHU GURUN :
a. Batu Kapur (CaCO3)
Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung : Kalsium Karbonat, Magnesium
Karbonat, Alumina Silikat, lumpur, pasir, kuarsa, senyawa besi, sisa-sisa
organik, tanah liat (makanya ketika diteliti
blok-blok batu di Piramida tersebut terdapat kandungan tanah liatnya) dan
bahan-bahan lainnya. Batu kapur adalah batuan sedimen yang mudah lapuk,
terlebih di daerah gurun akan sangat cepat dan mudah lagi mengalami pelapukan. Batu kapur yang mengandung
senyawa besi dan sisa-sisa organik menyebabkan menjadi berwarna abu-abu hingga
kuning.
b.
Tanah Liat/Clay (Al2SiO7.xH2O)
Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang
disebabkan adanya pengaruh air dan gas CO2 dari batuan adesit, granit dan
treakti. Batu-batuan
ini menjadi bagian yang halus, tidak larut dalam air dan mengendap berlapis-lapis,
lapisan ini tertimbun tidak beraturan. Tanah liat bercampur dengan material
lain antara lain Besi Oksida, Kalium Oksida, Natrium Oksida, Phosphor
Oksida dan bahan organik. Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa
alumina silikat hidrat. Sifat dari tanah liat bila dipanaskan atau dibakar akan
memampat dan menjadi keras. Sumber :
rhdyah.blogspot.com.
c.
Angin dan Fluktuasi Suhu Gurun
Angin gurun yang sangat kencang menyebabkan erosi batuan,
sinar Matahari yang sangat terik dan perbedaan suhu yang sangat tajam di gurun
antara siang dan malam, jika siang suhunya bisa mencapai 50 derajat Celsius
bahkan bisa lebih dan malamnya bisa turun tajam sampai 0 derajat Celsius bahkan
lebih turun lagi suhunya, menyebabkan bebatuan yang keras dan besar cepat
mengalami pelapukan secara fisika yang menyebabkan materi-materi batuan di
daerah gurun menjadi hancur melapuk, yang berukuran besar menjadi kecil, yang
berukuran kecil menjadi kerikil, yang kerikil melapuk menjadi pasir. Dan ketika
angin gurun yang sangat kencang mengeruk batuan yang hancur dan mengangkut
pasir-pasir halus, lama-kelamaan menumpuk menjadi bukit pasir. Jika pelapukan
terus terjadi dalam waktu yang lama, misalnya selama ribuan tahun, maka akan
mendukung terbentuknya lautan pasir atau membuat gurunnya semakin luas,
termasuk bebatuan Piramida. Maka banyak Piramida yang kualitas bebatuannya
tidak bagus dan berukuran kecil-kecil akan menjadi puing-puing bahkan cepat
menjadi gundukan pasir. Batu granit dan batu basalt terutama batu granit adalah
batuan beku yang sulit lapuk, karena pelapukannya membutuhkan waktu ribuan
tahun untuk menjadi tanah liat merah dan putih.
Silahkan datang ke Sakkara, Dahshur, Giza, El-Lahun dan
lainya di Mesir Utara untuk melihat Piramida dan ke perbukitan batu di Lembah
Raja - Luxor Barat di Mesir Selatan tempat mumi fir’aun-fir’aun dan keluarganya
dikuburkan, lalu buktikan, apakah kuburan fir‘aun-fir’aun tersebut terbuat dari batu gunung atau batu
bata?
Sumber
: Al-Qur’an, Jelajah Sungai Nil oleh Agus Mustofa dan berbagai sumber