15 Februari, 2015

ALASAN SHALAT MENGHADAP KA’BAH

Apa fungsinya kita shalat menghadap Ka’bah? Apakah untuk menyembahnya? Sama sekali tidak, karena kita pasti tahu, bahwa kita shalat hanya untuk menyembah kepada Allah. Ka’bah adalah tempat pusatnya sumber Energi Positif yang berasal dari Allah dan berfungsi untuk menfokuskan pancaran-pancaran energi yang terjadi akibat orang-orang yang shalat di seluruh dunia. Di atas Ka’bah lurus ke atas adalah Baitul Makmur, di atas Baitul Makmur adalah Al-Arsyi Allah, Ka’bah adalah arah kiblat shalat kaum muslim sedunia. Jika kita amati, setiap saat Ka’bah dilingkari oleh jamaah yang sedang shalat, mulai dari yang paling dekat, yaitu di sekitar Ka’bah, sampai yang paling terjauh di balik Kota Mekkah. Akan tetapi yang unik, semua jamaah itu berdiri shalat mengelilingi Ka’bah. Yang berada di barat Ka’bah menghadap ke timur, yang di timur Ka’bah menghadap ke barat. Demikian pula yang di sebelah utara dan selatan Ka’bah. Jamaah shalat di seluruh dunia terus-menurus melingkari Ka’bah sepanjang hari selama 24 jam sesuai pergerakan Matahari. Betapa telah terjadi ketegangan medan elektromagnetik antara orang-orang yang shalat di seluruh dunia dengan Ka’bah. Mengapa demikian? Karena manusia yang shalat itu sedang melakukan gerakan-gerakan meditasi energi. Mulai dari mengangkat tangan sambil membaca takbir, rukuk, i’tidal, sujud, duduk dan seterusnya. Setiap gerakan shalat selalu memunculkan atau menghasilkan energi yang berbeda, dan hasil energinya tergantung dari khusyuk tidaknya dalam berdoa di sepanjang shalatnya. Dalam pemahaman fisika, jika ada benda yang bermuatan listrik (manusia adalah makhluk energi yang mempunyai daya listrik jutaan watt di dalam dirinya) bergerak-gerak secara periodik dengan basis gerakan berputar, maka akan terjadi medan elektromagnetik. Dalam hal shalat, gerakan yang dilakukannya adalah gerakan yang berbasis gerakan berputar.

Contoh : takbir dengan mengangkat tangan adalah gerakan berputar sejauh 180 derajat, rukuk dan iktidal (dengan mengangkat tangan adalah gerakan berputar 90 derajat, jadi gerakan mengangkat tangan pada saat takbir, rukuk dan iktidal itu ada faedahnya), sujud, duduk tawarruk dan duduk iftirasi masing-masing adalah gerakan berputar 90 derajat. Setiap gerakan itu akan menghasilkan perubahan-perubahan pancaran energi positif di tubuh kita, dan akan menghasilkan medan elektromagnetik antara kita dengan Ka’bah. Apakah medan elektromagnetik itu bisa terbentuk meskipun jarak kita dengan Ka’bah sangat jauh? Sangat bisa, karena kecepatan gelombang elektromagnetik itu sangatlah tinggi, sehingga jarak ribuan kilometer bisa ditempuh dalam orde detik saja. Apalagi jika hati kita sudah memancarkan cahaya illahiah, maka interaksi energial kita dengan Ka’bah sebagai pusat sumber energi positif dari Allah itu berlangsung hanya dalam orde sepersekian detik saja. Sebab, cahaya dengan kecepatan 300 ribu km/detik itu, mampu mengelilingi Bumi sebanyak 7,5 kali, hanya dalam waktu 1 detik saja! Subhaanallaah.

Apalagi bagi mereka yang melakukan shalat di dekat Ka’bah, akan memperoleh akumulasi pancaran energi positif dari Ka’bah, maka interaksi energi positf itu menjadi demikian dahsyatnya. Apa pun alasan kedekatan antara Ka’bah dan orang yang shalat itu akan menimbulkan dampak yang luar biasa.
Dalam waktu yang bersamaan, seseorang yang shalat di sekitar Ka’bah akan menarik energi positif yang berasal dari Allah dan kemudian dimasukkan ke tubuhnya dan akan mengimbas/meresonansi dirinya dan sekeliling tempat di mana ia shalat. Dan ter-resonansi (terimbas) oleh energi illahiah Nabi Ibrahim as, Nabi Ismail as dan para nabi keturunannya yang membekas di seluruh ‘petilasannya’ atau bekas-bekas tempat Nabi Ibrahim as beribadah. Dan ter-resonansi energi dari putaran orang-orang yang berthawaf mengitari Ka’bah yang menghasilkan gelombang elektromagnetik. Dan juga berasal dari aktifitas shalat umat Islam di seluruh dunia.

Maka bisa kita bayangkan betapa besarnya pahala untuk bisa berdekatan dengan Ka’bah. Dalam konteks shalat di seputar Ka’bah, maka pantaslah Rasulullah saw menyebutkan pahalanya 100 ribu x lipat dibandingkan dengan shalat sendirian. Karena jutaan manusia yang shalat di seputar Ka’bah itu telah menyebabkan akumulasi energi yang sangat besar. Ibarat baterei yang digabungkan secara serial, maka jutaan manusia yang berisi milyaran biolistrik itu menghasilkan energi positif yang dahsyat pula. Energi positif itu, disatu sisi bergerak vertikal untuk berkomunikasi dengan Allah, dan di sisi lain, bergerak secara horizontal menyirami tubuh dan hati kita dengan frekuensi yang sangat tinggi, sehingga listrik-listrik yang ada di ujung saraf-saraf otak, di jantung dan seluruh tubuh kita menyala semua dan sel-sel seluruh tubuh dan kepala mendapat pasokan nutrisi untuk energi dan juga pasokan Oksigen yang maksimal dari hasil gerakan-gerakan shalat kita, supaya bisa untuk menggerakkan seluruh organ-organ di tubuh dan di kepala, sehingga seluruh organ-organ bisa bekerja secara maksimal sesuai fungsinya dan menetralisir ketidakseimbangan dalam diri dan jiwa kita, karena shalat itu menyehatkan jasmani dan rohani.

Tetapi sekali lagi, perlu diingatkan, bahwa manfaat energi positif itu bagi kita sangat bergantung pada penerimaan kita sendiri. Apakah hati kita terbuka untuk menerimanya? Jika tidak, maka pusaran energi positif yang dahsyat dari Allah yang berpusat di Ka’bah itu sama sekali tidak akan mampu merubah kondisi kita, baik secara fisik maupun mental, jika kita shalatnya bukan untuk Allah, tidak khusyuk, atau tidak rendah hati. Maka jika kita shalat harus hanya untuk Allah saja, rendah hati dan khusyuk, sebagaimana lazimnya orang-orang yang berdoa dan bermunajat kepada Allah dengan khusyuk dan rendah hati mengharap dengan sungguh-sungguh supaya doanya dikabulkan oleh Allah. Dalam kondisi demikian, maka hati kita akan bergetar seperti digambarkan Allah di dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 35 :
35.  (“…yaitu orang-orang yang hatinya bergetar ketika disebut nama Allah…”).

Sumber : Pusaran Energi Ka’bah oleh Agus Mustofa

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bisa dilihat sumbernya, ini rangkuman.