49.
(Dan) ingatlah (ketika Kami bebaskan kamu)
nenek moyangmu (dari fir’aun dan pengikut-pengikutnya yang menimpakan siksaan yang
sangat berat kepadamu) yaitu (Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu
dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu).
Fir’aun Ramses II telah berbuat
sewenang-wenang dan kerusakan di muka Bumi dan menjadikan penduduknya berpecah
belah, dengan menindas segolongan dari mereka yaitu Bani Israil (Al-Qashash 4). Setiap 2 tahun sekali,
bayi laki-laki anak-anaknya Bani Israil disembelih, karena mengikuti petunjuk
para penasehat spiritualnya, lalu Ramses II memerintahkan pasukannya untuk
membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil yang akan meruntuhkan kerajaan
fir’aun kelak jika mereka telah dewasa. Nabi Harun as lahir, ketika waktu tahun
penyembelihan bayi-bayi laki-laki Bani Israil dihentikan selama setahun atas
saran pejabat-pejabat kepercanyaannya fir’aun, supaya kaum laki-laki Bani Israil
tidak habis, jika sampai habis, fir’aun akan rugi sendiri, karena tidak akan ada
lagi kaum laki-laki dari Bani Israil yang bisa dijadikan budak. Ini terjadi
pada zaman Fir’aun Ramses II, raja ke-3 dinasti ke-19 cucu Fir’aun Ramses I pendiri
Dinasti ke-19 dan keturunan Fir’aun Ahmosis (Ahmses) pendiri kerajaan Mesir
Baru (New Kingdom) dan juga pendiri Dinasti ke-18 karena Ahmosis berhasil
mengalahkan dan merebut kembali Kerajaan Mesir Kuno dari Kerajaan Hyksos
dibawah kekuasaan Raja Apophis, raja terakhir dari bangsa Hyksos (Phunicia/Khabiru), mereka adalah bangsa keturunan
Kaum ‘Aad yang akhir (nenek moyang mereka adalah anak keturunannya Nabi Hud as
dan para pengikutnya yang sebelum azab Allah datang menimpa negeri mereka,
pindah ke Arabia Utara dari negeri mereka yang telah diazab Allah di Arabia
Selatan, sedangkan Kaum ‘Aad yang pertama di Kota Iram (Ubar), provinsi Dhofar
– Oman (An-Najm 50) telah
dibinasakan Allah (Al-Haaqqoh 6-7).
Mereka bangsa nomaden dan wilayah mereka yang terakhir sebelum pindah ke Mesir
yaitu dekat Palestina, Jazirah Arab – Benua Asia lalu pindah ke Mesir – Benua Afrika
sejak zaman Kerajaan Mesir Lama, lalu merebut kekuasaannya fir’aun Dinasti
ke-13 dan ke-14 dari Kerajaan Mesir Pertengahan (Middle Kingdom). Terus
mendirikan Kerajaan Mesir Pertengahan II (kerajaan Hyksos ibukotanya di Avaris
- Mesir Utara, pemimpinnya disebut ‘Raja’ (Malik) bukan fir’aun. Hal itu karena penguasa Kerajaan Mesir Kuno
waktu itu adalah bangsa Hyksos bukan orang asli Mesir (Lihat surat Yusuf 43, 50, 51, 54, 72, 76). Nah,
abad ke-17 SM di zaman itulah Nabi Yusuf as datang ke Fayoum - Mesir di jual
sebagai budak, lalu dibeli Potiphar wazir/wakil/PM Raja Hyksos.
Kembali kepada sejarah Fir’aun Ramses II yang mempunyai
puluhan istri dan ratusan anak. Anak-anaknya berjumlah 156, anak-anak
laki-lakinya 96 dan anak-anak perempuannya 60, ia lahir tahun 1303 dan naik
tahta umur 24 tahun. Setelah berkuasa selama 30 tahun, yaitu ketika umurnya 54
tahun, Fir’aun Ramses II mengaku dirinya sebagai ‘tuhan’ bagi rakyatnya dan
menahbiskan diri sebagai tuhan pada upacara yang dikenal sebagai Sed
Festival. Penuhanan Ramses II itu kelak memberikan jalan yang mulus
bagi Merneptah, anaknya, untuk mewarisi kekuasaannya. Ramses II adalah profil
seorang manusia ambisius, sejak kecil ia dididik ayahnya Fir’aun Seti I raja
ke-2 Dinasti ke-19 untuk menjadi orang besar. Ramses II diangkat menjadi
penguasa Kerajaan Mesir Baru tahun 1279 SM menggantikan ayahnya Fir’aun Seti I
yang meninggal dunia tahun 1279 SM juga. Fir’aun Ramses II menjadi fir’aun yang
terbesar sepanjang sejarah Mesir kuno dan digelari para ahli sejarah sebagai
“Fir’aun The Great”. Hanya dalam waktu 20 tahun, ia bisa mengendalikan kerajaan
besar itu tanpa tanding. Tentaranya berjumlah sekitar 100.000 orang, jumlah yang
sangat besar pada zaman itu, karena itu, nyali siapa saja akan ciut kala
menghadapi Ramses II, apalagi yang menjadi panglima perang adalah putra
mahkotanya Pangeran Merneptah, putra Ramses II + Nerferati selirnya. Merneptah
adik lain ibu dengan Amunherkhepseshef, ia adalah putra Ratu Nefertari + Ramses
II yang meninggal ketika masih remaja.
Ditangan Fir’aun Ramses II, Kerajaan Mesir Kuno
disegani negara-negara di sekitarnya. Kekuasaan Fir’aun Ramses II membentang
dari Abu Simbel di hulu Sungai Nil di Afrika selatan, perbatasan dengan Sudan
sampai muara Sungai Nil di Alexandria, Laut Tengah (Mediterania) di Afrika
utara, ibu kotanya di Thebes, sekarang Kota Luxor dan Karnak. Arti nama Ramses
adalah : Ra = Dewa Matahari, Mses = keturunan. Ramses artinya = Keturunan Dewa
Matahari. Umur 90 tahun Fir’aun Ramses II meninggal dunia pada tahun 1213 SM
karena penyakit pembuluh darah, persendian akut dan rahangnya bengkak karena
mengalami infeksi akut pada gigi-giginya, punggungnya bungkuk dan jalannya
tertatih-tatih. Fir’aun Ramses II yang mengaku sebagai tuhan, kalah oleh usia
dan komplikasi penyakit yang menggerogoti tubuhnya yang renta itu, ia berkuasa
tahun 1279-1213 SM (67 tahun) dan di makamkan di Lembah Raja (Wadi
al-Muluk/Valley of The King) adalah bukit batu yang berbentuk mirip Piramida
sebagai makam para fir’aun New Kingdom di Thoba di sebelah barat Sungai Nil di
Luxor Barat. Mumi Ramses II ditemukan di
sekitar Lembah Raja tahun 1881 Masehi oleh para arkeolog. Ketika kain kafan
mumi itu dibuka, tangan kiri Ramses II bergerak terangkat dari posisi silang di
depan dadanya. Mumi Ramses II lalu menunjukkan ekspresi terakhirnya saat
meregang nyawa. Entah apa yang mengakibatkan tangan mumi Ramses II itu bisa
bergerak meski sudah lewat 3.127 tahun dari saat kematiannya.
Rakyat Mesir percaya, rajanya keturunan Dewa
Matahari Ra dan Dewa Ra dianggap sebagai raja pertama Mesir. Maka Raja Mesir dianggap amat suci, sehingga rakyat biasa tidak
boleh berhadapan langsung dengan raja (melihat muka raja), bahkan menyebut nama
raja. Jika mau menyebut nama raja, rakyat Mesir kuno menyebut istilah Per-Ah =
“Istana Agung” sebagai ganti nama
raja. Dari istilah itulah, diperoleh sebutan Pher-aoh atau Fir’aun untuk
Raja Mesir Kuno, jika penguasanya orang Mesir asli. Kerajaan Mesir Kuno dikuasai
sekitar 200 fir’aun orang Mesir asli selama 2100 tahun lebih, yang berkuasanya
lama atau singkat dan Mesir dijajah bangsa asing selama 1700 tahun lebih,
pertama bangsa Hyksos, lalu sejak tahun 1069 SM dikuasai bangsa Libya, suku
Nubia (Sudan), Assyria, Persia, Raja Alexander Agung dari Macedonia - Yunani 332
SM, setelah dia meninggal 323 SM, diganti jenderalnya Ptolemeus, dan dikuasai mutlak
Kerajaan Romawi 12 Agustus 30 SM - 8 November 641 M (Muharam 20 H) dengan
ditaklukannya Kerajaan Byzantium oleh tentara muslimin yang dipimpin Amr bin
Ash zaman Khalifah Umar bin Khathab.
Setelah Mesir dibebaskan dari penjajahan Romawi, akhirnya banyak penduduk Mesir
masuk Islam dengan sukarela, tetapi yang kafir harus membayar jizyah sesuai golongan.
Fir’aun Ramses II adalah ayah angkat Nabi Musa as,
waktu beliau as dan Nabi Harun as diutus Allah untuk memberi peringatan kepada
fir’aun, yang menjadi fir’aun bukan Ramses II lagi, tetapi anaknya, yaitu
Merneptah yang usianya lebih tua daripada usia Nabi Musa as. Ibu tiri
Merneptahlah yang bernama Ratu Nefertari yang memungut bayi Musa dari pinggir
Sungai Nil, ia melihat bayi mungil yang ada di keranjang bayi yang terdampar di
istana musim panasnya fir’aun di kawasan dekat Delta Sungai Nil di Kota Memphis
dahulu ibukota Kerajaan Mesir Lama, sekarang berupa desa kecil, sementara pusat
istana pemerintahan Fir’aun Ramses II dan para fir’aun Kerajaan Mesir Baru ada
di Kota Luxor Timur (bhs. Arab “Al-Aqshar = ‘istana-istana raja’).
Nabi Musa as lahir di Kota Fayoum (Faiyum) Mesir Utara, bayi Musa lahir dari
rahim wanita Bani Israil sebagai keturunan ke-4 dari Nabi Yakub as yang bernama
Yukabad, ayah Nabi Musa as dan Nabi Harun as bernama Imran bin Quhas (Kehat)
bin Lavi (Lewi) bin Ya’qub as bin Ishaq as bin Ibrahim as. Sebelum Allah ilhami
Yukabad untuk menghanyutkan bayinya ke Sungai Nil, selama 3 bulan ia
menyembunyikan kelahiran bayinya karena takut dibunuh oleh Fir’aun Ramses II.
Nabi Musa as sezaman dengan Qarun sepupunya, anak pamannya yang bernama Yashar
adik kandungnya Imran ayah Nabi Musa as. Qarun bekerja sebagai penjilat dan
mata-matanya Fir’aun Merneptah untuk mengawasi Nabi Musa as, Nabi Harun as dan
Bani Israil. Kelahiran bayi Musa menggusarkan Fir’aun Ramses II, sebab para
penasehat spiritualnya mengatakan, bahwa akan lahir bayi laki-laki dari
kalangan Bani Israil yang kelak mengalahkan kekuasaan fir’aun. Ramses II pun
memerintahkan pembunuhan setiap bayi laki-laki dari Bani Israil.
Maka Allah
mengilhamkan kepada ibunya bayi Musa untuk menaruhnya ke dalam keranjang bayi
dan dihanyutkan ke Sungai Nil (Thaahaa
37-39 dan Al-Qashash 7). Dan
menjadi kosonglah hati ibu Musa setelah ibu Musa menghanyutkan bayi Musa di
Sungai Nil, maka timbullah penyesalan dan kesangsian hatinya lantaran
kekhawatiran atas keselamatan bayi Musa, bahkan hampir saja ia menyatakan
rahasia tentang Musa dengan berteriak meminta tolong kepada orang untuk
mengambil anaknya itu kembali, yang akan mengakibatkan terbukanya rahasia bahwa
Musa adalah anaknya sendiri, seandainya tidak Allah teguhkan hatinya, supaya ia
termasuk orang-orang yang percaya kepada janji Allah (Al-Qashash 10). Dan berkatalah ibu bayi Musa kepada saudara perempuan
bayi Musa untuk mengikuti adiknya yang hanyut di Sungai Nil, maka kelihatanlah
olehnya bayi Musa dari jauh, sedangkan orang-orang tidak mengetahui perbuatannya
(Al-Qashash 11). Kemudian ditemukan
oleh permaisuri fir’aun yaitu Nefertari yang jatuh hati kepada bayi Musa karena
terlihat lucu dan tampan, Ratu Nefertari langsung jatuh hati dan meminta
suaminya Fir’aun Ramses II untuk tidak membunuhnya bahkan justru memintanya
untuk mengambil menjadi anak angkat mereka (Al-Qashash 8), maka bayi Musa diangkat menjadi anak oleh keluarga
fir’aun (Al-Qashash 9). yaitu bayi
laki-laki berkulit putih ciri-ciri bayi Bani Israil yang jelas-jelas bukan kaum
fir’aun, karena bayi orang Qibthi (Mesir asli) berkulit cokelat. Fir’aun Ramses
II tidak mampu menolak permintaan istri tercinta, apalagi Ratu Nefertari pernah
kehilangan anak laki-lakinya yang bernama Pangeran Amunherkhepseshef, padahal
anak itu diharapkan akan menggantikan tahta kekuasaan Fir’aun Ramses II untuk
menjadi fir’aun kalau nanti ayahnya wafat.
Saat bayi Musa
lahir sekitar tahun 1250 SM, Fir’aun Ramses II sudah berumur 54 tahun lebih dan
dia sudah mengangkat dirinya sebagai ”tuhan”. Selama tinggal di kerajaan fir’aun, bayi Musa terus mendapat perlindungan
dari Allah. Allah cegah bayi Musa untuk tidak mau disusui oleh wanita-wanita
yang mau menyusuinya (Al-Qashash 12),
bayi Musa hanya mau menyusu kepada ibu kandungnya dan tidak mau menyusu kepada
wanita lain. Untuk memenuhi permintaan istri tercinta, Ramses II
menyelenggarakan sayembara mencari ibu-ibu yang mampu mengasuh dan menyusui
bayi Musa. Maka saran Maryam kakak perempuan bayi Musa kepada orang-orang
istana fir’aun, bahwa ada ibu yang susunya enak dan bau tubuhnya wangi (Thaahaa 40). Maka Allah kembalikan bayi
Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia
mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya bahwa Allah Maha Pemenuh Janji (Al-Qashash 13). Yang akhirnya, terpilihlah ibu bayi Musa yang
berwajah Bani Israil sebagai pengasuh yang menyusui dan memelihara Musa kecil
sampai masa kanak-kanaknya berakhir (Al-Qashash
13). Nabi Musa as adalah saudara angkatnya Merneptah dan Ramses II
mengangkatnya menjadi putra mahkota karena ia anak laki-laki tertua untuk menggantikan
kakaknya Amunherkhepseshef dan 12 kakak laki-lakinya yaitu anak-anak dari
selir-selir ayahnya yang meninggal sebelum masa pewarisan. Ketika masih menjadi
putra mahkota, Pangeran Merneptah digemleng secara militer dan diangkat ayahnya
menjadi panglima perang di akhir-akhir kekuasaan ayahnya dan memimpin pasukan
perang Kerajaan Mesir Kuno ketika Fir’aun Ramses II masih berkuasa. Arti nama
Merne = kesayangan, Ptah = Dewa Pencipta, Merneptah artinya = Kesayangan Dewa
Pencipta. Fir’aun Dinasti ke-19 penyembah Dewa Amun-Ra, rajanya para dewa. Ketika berkuasa, Merneptah juga mengaku dirinya sebagai
‘tuhan’ (Al-Qashash 38 dan An-Naazi’aat 24), kelakuan
sewenang-wenangnya tak jauh dari bapaknya. Fir’aun Merneptah
mengendalikan kekuasaan Kerajaan Mesir Baru secara diktator militer dengan
sangat bengis. Merneptah diangkat menjadi raja ke-4 Dinasti ke-19 sekitar umur
50 tahun dan berkuasa selama 10 tahun (1213-1203 SM).
Fir’aun Merneptah inilah yang berkuasa setelah
Nabi Musa as dari Madyan kembali ke Mesir dan dia lah yang mati tenggelam
digulung gelombang laut yang menyatu kembali setelah Nabi Musa as memukulkan
tongkatnya lagi ke Laut Merah (di bagian Teluk Suez). Fir’aun Merneptah tewas
beserta bala tentaranya yang terkenal bengis, termasuk pejabat kepercayaannya
Haman, karena mengejar Bani Israil (Al-Baqarah
50). Lalu Allah selamatkan jasadnya Fir’aun Merneptah yang telah kaku dalam
posisi sujud tidak rusak dan masih utuh, walaupun berubah pucat keputih-putihan
karena lebih dari 1 hari terendam air laut terus ditemukan masyarakat Mesir lalu
diserahkan ke kerajaan untuk dibalsem atau diawetkan (Yunus 92). Setelah Fir’aun Merneptah tewas mendadak, terjadi
perebutan kekuasaan (chaos) selama 10 tahun (1203-1193 SM) diantara
saudara-saudara Fir’aun Merneptah, sehingga ada 7 fir’aun yang menggantikannya.
Akhirnya Seti Nekth berhasil menertibkan keadaan negara yang kacau tersebut,
lalu mendirikan Dinasti ke-20 dan menjadi raja ke-1 di Kerajaan Mesir Baru. Maka
berakhirlah Dinasti ke-19 yang berkuasa sekitar 130 tahun setelah didirikan di abad
ke-13 SM oleh Ramses I yaitu kakek buyutnya Merneptah. Setelah ribuan tahun
terkubur di Lembah Raja, akhirnya mumi Merneptah ditemukan tahun 1898 M oleh
para arkeolog dipimpin Mr. Loret. Sekarang muminya ditempatkan di Museum Tahrir,
Kairo – Mesir dibaringkan disebelah mumi ayahnya Ramses II.
Sumber: Al-Qur’an, Jelajah Sungai Nil, Penaklukan Mesir dan berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar