Qur’an surat Az-Zukhruf ayat 11 :
11. (“Dan yang menurunkan air dari
Langit menurut ukuran) yang diperlukan (lalu Kami hidupkan
dengan air itu, negeri yang mati) tandus (seperti itulah kamu akan
dikeluarkan”) dari kubur.
Dalam firman-Nya di atas, Allah mengatakan bahwa
Allah mengukur kadar hujan. Pernahkah kita berpikir seandainya hujan diturunkan
secara tidak terukur ke permukaan Bumi? Dampaknya sungguh sangat dahsyat. Hujan
berasal dari awan, di awan itu terkandung jutaan ton kubik air hujan. Bayangkan,
berjuta-juta ton kubik air sedang bergelayutan di atas kepala kita pada
ketinggian beberapa kilometer. Mengapa jutaan ton kubik air itu tidak
berjatuhan ke Bumi? Karena Allah membuat mekanisme yang sangat canggih. Air
dari permukaan Bumi diubah terlebih dahulu menjadi uap air yang memiliki berat
jenis lebih ringan dari udara. Sehingga uap air itu bergerak ke angkasa dengan
mudah. Di ketinggian tertentu, uap air itu lantas berkumpul dengan uap air yang
lain, yang berasal dari berbagai daerah di permukaan Bumi. Di Langit itu Allah
mengarak jutaan ton kubik uap air menuju daerah yang dikehendaki dengan
menggunakan kekuatan angin. Angin bergerak dikarenakan permukaan Bumi yang
miring pada sumbunya sebesar 23,5 derajat.
Berapa besar kekuatan yang menggerakkan awan itu
sehingga bisa menghidupkan daerah-daerah yang tandus? Seandainya kita melakukan
mekanisme itu, betapa besar biaya yang kita keluarkan. Namun Allah dengan
sangat mudah melakukan itu semua secara terus-menerus sejak berjuta-juta tahun
yang lalu. Air hujan Allah turunkan untuk menghidupi seluruh makhluk-Nya di
planet Bumi. Cara Allah menurunkan air hujan ke muka Bumi pun dilakukan-Nya
dengan sangat ‘santun’ dan ‘terukur’.
Bayangkan jika Allah menghendaki air hujan yang jumlahnya jutaan ton kubik itu
turun secara sekaligus, maka akan seperti sebuah air terjun di suatu daerah
tertentu. Kita tidak bisa membayangkan betapa akan hancur leburnya daerah itu,
karena akan diterjang oleh air bah yang jatuh dari Langit. Allah telah mengukur
jatuhnya air hujan itu, baik dalam jumlahnya maupun dalam mekanismenya. Jika
suatu daerah sudah ‘dirasa’ cukup memperoleh siraman air hujan, maka Allah
menghentikan hujan itu, Allah akan memindahkan guyuran air hujan itu ke daerah
lain yang membutuhkan air hujan, kecuali daerah yang mendapat laknat dan azab dari
Allah, maka Allah turunkan air hujan yang banyak sehingga terjadi banjir atau
bahkan banjir bandang (seperti banjir bah di zaman Nabi Nuh as).
Allah menggiring
uap air dari lautan menuju daratan, sebagian besar turun di gunung-gunung,
kemudian menghasilkan sejumlah mata air yang sangat berguna pada musim kemarau.
Air itu mengalir lewat sungai-sungai dan bisa dimanfaatkan untuk kehidupan
manusia diluar musim hujan. Selain dalam hal jumlah, mekanisme turunnya air
hujan itu juga memunculkan rasa kagum kita. Mengapa air hujan turun sebagai
butiran-butiran? Barangkali di antara kita ada yang menjawab : Seandainya air
hujan itu diturunkan sekaligus, maka akan seperti air bah, bisa dipastikan
hidup kita akan terancam, karena akan terjadi bencana yang dahsyat di muka
Bumi, setiap kali turun hujan, terutama di musim hujan. Namun demikian,
pernahkah kita mencermati tentang butiran-butiran air hujan itu? Proses
pendinginan yang tidak seragam terhadap uap air yang terkandung di dalam awan
dan jarak jatuh air hujan dari awan ke permukaan Bumi itu jatuh tercerai-berai
menjadi butiran air yang berukuran kecil. Sebenarnya, meskipun air hujan itu
turun sebagai butiran, bahayanya tidaklah kalah besar dibandingkan dengan turun
sekaligus, mengapa demikian? Butiran air hujan itu sesungguhnya bisa berlaku
bagaikan sebutir peluru yang jatuh dari angkasa. Kecepatan butiran air hujan
itu, sangatlah tinggi akibat mengalami percepatan terus-menerus yang disebabkan
gaya gravitasi Bumi. Seandainya tidak dihambat oleh angin dan Atmosfer Bumi,
maka butiran air hujan itu bisa memiliki kekuatan tembus yang sangat dahsyat. Mungkin, genting-genting rumah kita bisa
bolong-bolong akibat diterjang oleh butiran air hujan itu. Akan tetapi mengapa
hal ini tidak terjadi? Ternyata, kecepatan butiran air hujan ketika sampai di permukaan
Bumi hanya berkisar pada kecepatan 8 km/jam saja, itu pun jika kena kulit,
sudah terasa sakit, ini disebabkan oleh hambatan Atmosfer Bumi.
Telah
disampaikan di atas, bahwa Bumi berputar pada dirinya sendiri dengan kecepatan
lebih dari 1.600 km/jam. Akibatnya, udara atau Atmosfer yang melingkunginya
juga bergerak terbawa oleh putaran itu. Maka, ketika ada butiran air hujan
jatuh dari ketinggian awan, butiran air hujan itu tidak mengalami tambahan
kecepatan terus-menerus akibat tarikan (gaya gravitasi) Bumi. Melainkan
mengalami hambatan-hambatan di dalam perjalanannya. Sehingga, ketika sampai di permukaan
Bumi, kecepatannya sudah sangat rendah, jadi sudah tidak membahayakan lagi. Di sini, lagi-lagi kita melihat, betapa
berbagai mekanisme di Bumi ini telah didesain oleh Allah sedemikian rupa
sehingga cocok dan nyaman untuk kehidupan manusia di atas Bumi, Shubhaanallaah.
Jika terjadi penyimpangan terhadap
mekanisme-mekanisme itu, maka sungguh manusia akan mengalami masalah yang besar
dengan lingkungannya. Namun Allah Maha Penyayang, Allah selalu menjaga semua
itu untuk kenikmatan kehidupan manusia di Bumi, Alhamdulillaah...
Sumber : Agus Mustofa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar