10 Januari, 2013

AIR HUJAN YANG TERUKUR

Qur’an surat Az-Zukhruf ayat 11 :
11. (“Dan yang menurunkan air dari Langit menurut ukuran) yang diperlukan (lalu Kami hidupkan dengan air itu, negeri yang mati) tandus (seperti itulah kamu akan dikeluarkan”) dari kubur.

Dalam firman-Nya di atas, Allah mengatakan bahwa Allah mengukur kadar hujan. Pernahkah kita berpikir seandainya hujan diturunkan secara tidak terukur ke permukaan Bumi? Dampaknya sungguh sangat dahsyat. Hujan berasal dari awan, di awan itu terkandung jutaan ton kubik air hujan. Bayangkan, berjuta-juta ton kubik air sedang bergelayutan di atas kepala kita pada ketinggian beberapa kilometer. Mengapa jutaan ton kubik air itu tidak berjatuhan ke Bumi? Karena Allah membuat mekanisme yang sangat canggih. Air dari permukaan Bumi diubah terlebih dahulu menjadi uap air yang memiliki berat jenis lebih ringan dari udara. Sehingga uap air itu bergerak ke angkasa dengan mudah. Di ketinggian tertentu, uap air itu lantas berkumpul dengan uap air yang lain, yang berasal dari berbagai daerah di permukaan Bumi. Di Langit itu Allah mengarak jutaan ton kubik uap air menuju daerah yang dikehendaki dengan menggunakan kekuatan angin. Angin bergerak dikarenakan permukaan Bumi yang miring pada sumbunya sebesar 23,5 derajat.

Berapa besar kekuatan yang menggerakkan awan itu sehingga bisa menghidupkan daerah-daerah yang tandus? Seandainya kita melakukan mekanisme itu, betapa besar biaya yang kita keluarkan. Namun Allah dengan sangat mudah melakukan itu semua secara terus-menerus sejak berjuta-juta tahun yang lalu. Air hujan Allah turunkan untuk menghidupi seluruh makhluk-Nya di planet Bumi. Cara Allah menurunkan air hujan ke muka Bumi pun dilakukan-Nya dengan sangat ‘santun’ dan  ‘terukur’. Bayangkan jika Allah menghendaki air hujan yang jumlahnya jutaan ton kubik itu turun secara sekaligus, maka akan seperti sebuah air terjun di suatu daerah tertentu. Kita tidak bisa membayangkan betapa akan hancur leburnya daerah itu, karena akan diterjang oleh air bah yang jatuh dari Langit. Allah telah mengukur jatuhnya air hujan itu, baik dalam jumlahnya maupun dalam mekanismenya. Jika suatu daerah sudah ‘dirasa’ cukup memperoleh siraman air hujan, maka Allah menghentikan hujan itu, Allah akan memindahkan guyuran air hujan itu ke daerah lain yang membutuhkan air hujan, kecuali daerah yang mendapat laknat dan azab dari Allah, maka Allah turunkan air hujan yang banyak sehingga terjadi banjir atau bahkan banjir bandang (seperti banjir bah di zaman Nabi Nuh as).

Allah menggiring uap air dari lautan menuju daratan, sebagian besar turun di gunung-gunung, kemudian menghasilkan sejumlah mata air yang sangat berguna pada musim kemarau. Air itu mengalir lewat sungai-sungai dan bisa dimanfaatkan untuk kehidupan manusia diluar musim hujan. Selain dalam hal jumlah, mekanisme turunnya air hujan itu juga memunculkan rasa kagum kita. Mengapa air hujan turun sebagai butiran-butiran? Barangkali di antara kita ada yang menjawab : Seandainya air hujan itu diturunkan sekaligus, maka akan seperti air bah, bisa dipastikan hidup kita akan terancam, karena akan terjadi bencana yang dahsyat di muka Bumi, setiap kali turun hujan, terutama di musim hujan. Namun demikian, pernahkah kita mencermati tentang butiran-butiran air hujan itu? Proses pendinginan yang tidak seragam terhadap uap air yang terkandung di dalam awan dan jarak jatuh air hujan dari awan ke permukaan Bumi itu jatuh tercerai-berai menjadi butiran air yang berukuran kecil. Sebenarnya, meskipun air hujan itu turun sebagai butiran, bahayanya tidaklah kalah besar dibandingkan dengan turun sekaligus, mengapa demikian? Butiran air hujan itu sesungguhnya bisa berlaku bagaikan sebutir peluru yang jatuh dari angkasa. Kecepatan butiran air hujan itu, sangatlah tinggi akibat mengalami percepatan terus-menerus yang disebabkan gaya gravitasi Bumi. Seandainya tidak dihambat oleh angin dan Atmosfer Bumi, maka butiran air hujan itu bisa memiliki kekuatan tembus yang sangat dahsyat. Mungkin, genting-genting rumah kita bisa bolong-bolong akibat diterjang oleh butiran air hujan itu. Akan tetapi mengapa hal ini tidak terjadi? Ternyata, kecepatan butiran air hujan ketika sampai di permukaan Bumi hanya berkisar pada kecepatan 8 km/jam saja, itu pun jika kena kulit, sudah terasa sakit, ini disebabkan oleh hambatan Atmosfer Bumi.

Telah disampaikan di atas, bahwa Bumi berputar pada dirinya sendiri dengan kecepatan lebih dari 1.600 km/jam. Akibatnya, udara atau Atmosfer yang melingkunginya juga bergerak terbawa oleh putaran itu. Maka, ketika ada butiran air hujan jatuh dari ketinggian awan, butiran air hujan itu tidak mengalami tambahan kecepatan terus-menerus akibat tarikan (gaya gravitasi) Bumi. Melainkan mengalami hambatan-hambatan di dalam perjalanannya. Sehingga, ketika sampai di permukaan Bumi, kecepatannya sudah sangat rendah, jadi sudah tidak membahayakan lagi. Di sini, lagi-lagi kita melihat, betapa berbagai mekanisme di Bumi ini telah didesain oleh Allah sedemikian rupa sehingga cocok dan nyaman untuk kehidupan manusia di atas Bumi, Shubhaanallaah. Jika terjadi penyimpangan terhadap mekanisme-mekanisme itu, maka sungguh manusia akan mengalami masalah yang besar dengan lingkungannya. Namun Allah Maha Penyayang, Allah selalu menjaga semua itu untuk kenikmatan kehidupan manusia di Bumi, Alhamdulillaah...

Sumber : Agus Mustofa.

Tidak ada komentar: