Pada dasarnya, semua benda hidup
ataupun mati, memancarkan aura. Cahaya aura itu terpancar dari struktur atom
akibat terjadinya loncatan-loncatan energi dari satu tingkatan ketingkatan yang
lain. Aura
muncul karena adanya tegangan listrik atau energi tertentu yang dimasukkan ke dalam
struktur atomnya. Dan
itu juga terjadi pada manusia, badan manusia sebagai benda mati maupun makhluk
hidup, menyimpan potensial aura. Sebagai benda mati, aura menggambarkan susunan
atom dan molekul yang menyusun badan manusia. Tetapi sebagai benda hidup, aura
itu menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang seiring dengan keseimbangan sistem
energi di dalam tubuhnya. Setidak-tidaknya ada 2 informasi yang bisa diperoleh
dengan mempelajari aura seseorang. Pertama, informasi keseimbangan fisik. Dan kedua,
informasi keseimbangan yang bersifat psikis. Keseimbangan kondisi fisik
seseorang bisa diprediksi dari pola auranya. Penelitian tentang aura yang
semakin berkembang dewasa ini, memungkinkan kita untuk memotret aura dan
mempelajari pola-polanya.
Kita bisa melihat, betapa pola aura sangat
berkaitan dengan kondisi kesehatan. Pada orang yang sehat, pola aura di ujung-ujung
jari tangannya berbentuk sempurna. Akan tetapi, pada orang yang sakit, pola
auranya tidak beraturan di beberapa bagian, tergantung pada keluhan sakitnya.
Setiap penyakit memberikan pola aura yang berbeda-beda pada setiap penyakitnya.
Dan prediksi atau diagnosa penyakit lewat pola aura tersebut menghasilkan
kesimpulan yang sama dengan hasil laboratorium kimiawi. Ini menunjukkan bahwa
tubuh kita memiliki banyak ‘jendela’ untuk memahami sesuatu
yang berada di dalamnya. Bisa lewat laboratorium kimiawi, foto aura, pijat
refleksi dan lain-lain. Sementara itu, pola aura di wajah seseorang bisa
menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang. Orang yang marah, memancarkan aura
kemerahan, warna merahnya tergantung tingkat kemarahannya. Sedangkan orang yang
sabar dan ikhlas, memancarkan warna kebiruan. Orang-orang yang mensucikan diri,
auranya cenderung ke arah warna-warna terang menuju ke arah putih.
Dengan demikian, teknik aura bisa membantu kita
untuk memahami kualitas kejiwaan maupun kesehatan fisik seseorang. Sehingga,
sebenarnya kita bisa melakukan pengukuran untuk mendeteksi berhasil tidaknya
ibadah seseorang lewat foto aura. Meskipun untuk itu masih diperlukan
penelitian lebih jauh. Dari berbagai foto aura yang dianalisis, menemukan suatu
pola yang menarik yang bisa menggambarkan kualitas kejiwaan seseorang di dalam
beragama. Ternyata kualitas warna aura seseorang memiliki kemiripan dengan
gradasi warna pelangi di dalam sinar Matahari. Seperti kita ketahui, warna
pelangi memiliki gradasi warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu,
seluruh warna itu jika dicampur akan menghasilkan warna putih. Maka, sesuai dengan
gradasi warna itu, aura seseorang juga menggambarkan tingkatan-tingkatan
kualitas kondisi jiwa atau bahkan spiritualitas seseorang. Aura merah
menggambarkan tipikal paling egois, pemarah, pendengki, iri, pecemburu,
possessive, atau secara umum menggambarkan ‘gelora nafsu’ dan ego tinggi. Warna
jingga menunjukkan pergeseran ke arah warna kuning, artinya bergesernya sifat individualistik
ke arah sosial. Jika merah menggambarkan sifat yang sangat egois, maka jingga
dan kuning menunjukkan sifat yang semakin ramah dan mudah bergaul.
Tipikal kuning adalah tipikal orang yang pandai
mencari kawan, namun semua perkawanan dan persahabatannya masih ditujukan untuk
kepentingan dirinya. Meskipun tujuan itu bisa disembunyikan secara rapi.
Tingkatan yang lebih tinggi adalah warna hijau, warna ini menggambarkan ego
yang semakin rendah, berganti dengan kepedulian dan empati kepada orang lain.
Hijau adalah tipikal dermawan, pemilik aura hijau biasanya suka menolong orang.
Jika punya harta, ia akan menolong orang dengan hartanya, kalau ia berilmu,
maka suka mengajarkan ilmunya kepada orang lain. kalau ia berkuasa, maka akan
menolong orang dengan kekuasaannya. Atau jika ia pandai mengobati, akan banyak
membantu menyembuhkan orang lain. Semakin rendah ego seseorang, maka warna
auranya akan semakin ke arah biru, aura ini menggambarkan karakter kontem-platif,
suka merenung mencari jati diri, mencari jalan menuju kehidupan yang hakiki,
hatinya cenderung ke arah kesabaran dan keikhlasan dan terus mencari ilmu-ilmu ‘hakikat’
dibalik kehidupan dunia yang tampak menggiurkan kebanyakan manusia. Tipikal
biru cenderung menjadi ‘guru sejati’ dalam kehidupan
manusia, bukan sekedar guru sebagai profesi, tetapi ia mengajarkan ilmunya
karena ingin terjadinya perubahan dalam kehidupan orang-orang di sekitarnya
dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan dari manusia, hanya untuk mencari
keridhaan dari Allah. Meningkat lagi dari tipikal biru, yaitu nila dan ungu,
aura dengan warna ini menunjukkan kepribadian yang semakin intensif dalam
meninggalkan tujuan-tujuan yang bersifat pribadi atau individualistik, ia
menuju pada keseimbangan sosial, yaitu kemaslahatan orang banyak.
Dan dari semua tipikal warna itu, adalah tipikal
manusia dengan aura putih, yang menunjukkan orang-orang yang bisa mengendalikan
seluruh karakter-karakter kemanusiaannya menuju kekarakter ketuhanan, untuk
tujuan-tujuan yang bersifat ilahiah. Warna putih adalah peleburan dari seluruh
warna yang ada, ini menunjukkan bahwa putih adalah tipikal orang yang mampu
menggabungkan seluruh potensi kemanusiaannya dan kemudian melebur yang orientasinya
hanya untuk berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Aura putih adalah tingkatan
tertinggi dalam perjalanan kehidupan seorang manusia, yang oleh Rasulullah saw
disebut sebagai kemampuan untuk menundukkan hawa nafsunya berganti dengan niat
Lillaahi Ta’aala.
Rasulullah saw bersabda:
“Belum Islam seseorang, sampai ia bisa menundukkan hawa nafsunya.”
Warna-warna aura di atas mengambarkan perjalanan kehidupan manusia dari
sifat individual ke sifat sosial dan akhirnya ke tujuan yang bersifat
spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar